Wednesday, June 17, 2015

Gara-Gara Sendok


“Pokoknya kau harus datang besok”
“Tapi jarak daari sini ke Pakistan jauh, Ra”
“Aku tidak mau tahu, kau harus datang. Awas saja jika kau tidak menampakkan batang hidungmu, aku akan berhenti menjadi sahabatmu”

Rangkaian ucapan-ucapan itu terdengar jelas dibenaknya seorang gadis berambut brunette. Ucapan demi ucapan yang mengingatkannya kembali disaat sahabatnya yang keras kepala tiba-tiba meneleponnya ditengah malam,
meminta dirinya untuk berkunjung ke rumah sahabatnya yang bernama Aurora. Kata per kata yang dikeluarkan oleh Aurora membuatnya tak bisa menolak permintaan tersebut. si gadis langsung memasukan beberapa potong pakaiannya kedalam koper kecil berwarna orange miliknya. Setelah semua barang-barang yang ia perlukan masuk ke kopernya, ia langsung mengambil ponselnya yang ia letakkan di meja rias. Lantas menekan bebrapa digit angka, deretan angka-angka yang merupakan nomor Costumer Service Airport untuk menanyakan keberangkatan pesawat menuju negara yang berada di Timur Tengah, Pakistan.

“hhuftt”, gadis itu menghela napas panjang setelah mengetahui jadwal keberangkatannya besok. Ia lantas membaringkan tubuhnya ke spring bed yang hanya dapat ditempati oleh satu orang, meredakan rasa khawatir terhadap sahabatnya.
“semoga tidak terjadi sesuatu yang buruk”, ucapnya dalam hati yang diikuti kedua kelopak matanya yang mulai menutupi sepasang matanya.

Langkah demi langkah yang ia pijaki ke jalan yang baru pertama kali ia lewati. Ini pertama kalinya gadis itu menapakan kedua kakinya di negeri orang. Kedua bola mata maniknya mengamati orang-orang yang berlalu lalang dihadapannya. Melihat gadis-gadis di seberang sana yang berpenampilan berbeda jauh dengan dirinya. Gadis-gadis yang berpenampilan sengaja menutupi seluruh rambut mereka dengan dibaluti scraf diatas kepalanya. Tak hanya kedua matanya yang berkeliaran mengamati ke seluruh pandangannya tetapi kedua telinganya pun ikut memanjang mendengar ucapan-ucapan yang terasa begitu asing ditelinganya. Perkataan yang ia tidak ketahui apa maksudnya. Untung saja ia bertemu dengan seorang pria yang menguasai bahasanya, pria yang baru saja keluar dari tempat ibadah umat Muslim. Gadis tersebut langsung menanyakan alamat Aurora, beruntungnya lagi pria yang berada dihadapannya mengenal Aurora sehingga bersedia mengantarkan dirinya ketempat tujuannya.

Langkahan kakinya berhenti tepat didepan pekarangan rumah sahabatnya, mengamati dengan raut muka yang bingung kenapa kediaman Aurora terlihat cukup ramai. “Apakah Aurora sakit?”, desisnya menduga-duga. Kedua bola matanya terus menerawang kedalam rumah tersebut diikuti dengan langkah kedua kakinya yang maju mendekati bilik rumah tersebut. matanya menyapu kesemua sudut dan mendapati para personil One Direction yang juga datang dan pandangannya berhenti kearah gadis berkerudung kuning yang tengah duduk berdampingan dengan seorang pemuda berwajah ketimuran.

“Angle?”, suara cempereng yang bersumber dari gadis berkerudung kuning mengerjapkan kedua kelopak matanya, sedetik kemudian ia tersenyum.
“Masuklah?”, serunya lagi. Gadis yang bernama Angle pun menuruti perintah tersebut. “Ku kira kau tidak akan datang, terima kasih kau telah datang ke acara pesta kecil-kecilan perayaan pernikahan aku dengan Zayn”, nada ucapan terima kasih yang terlontarkan terdengar sumringah, diiringi senyuman bahagia saat menyebutkan nama pria yang berada disamping gadis yang kini tengah memeluk dirinya. Gadis brunette  itu memalingkan wajahnya kesisi pria beralis hitam tebal. Pria itu ikut tersenyum bahagia. Berbarengan dengan senyuman yang muncul kedua kakinya terasa lemas. Lemas bukan karena lelah dalam perjalanan melainkan mendengar ucapan yang baru Aurora katakan. Ya, memang bukan sesuatu yang buruk untuk Aurora tetapi sesuatu yang buruk untuk dirinya sendiri mengetahui kenyataan bahwa Aurora telah mengganti statusnya menjadi istri dari seorang Zayn Malik dan telah menyandang nama ‘Malik’ dibelakang namanya.

                                                            ***
Potongan-potongan ingatan tersebut kembali muncul di pikirann gadis berambut brunette yang kini tengah duduk dibawah pohon mahoni. Serangakaian kejadian yang ia lalui dua hari yang lalu ketika ia baru tiba dirumah sahabatnya, Aurora. Gadis itu mengadahkan wajahnya kelangit mencoba melihat matahari yang begitu menyilaukan matanya. Gadis yang berusaha tegar untuk menerima kenyataan pahit. Angin mendesir membuat daun-daun mahoni berguguran, merasakan benda yang tak terlihat oleh kasat mata menerpa wajahnya yang menimbulkan rasa sejuk di saraf-saraf kulitnya. Rambut brunette-nya bergerak-gerak mengikuti hembusan arah angin yang berusaha menutupi sebagian wajahnya. Ia menyelipkan helaian-helaian rambutnya di belakang telinganya. Taangan kanannya membuka sebuah buku yang berada diatas pangkuannya dengan berlahan-lahan, membuka lembar demi lembar mencari halaman kosong yang hanya terisikan garis-garis horizontal berjarak sama panjang.

Sulit bagiku untuk menerima kenyataan ini, menerima kenyataan bahwa seorang sahabat membohongi diri kita. Kau bilang, ia hanya sepupu jauhmu tapi ternyata ia seorang mantan pacarmu yang detik ini telah menjadi suami sah untuk dirimu. Ku kira selama ini kita bersahabat baik tetapi aku salah menilai mu. Aku kecewa padamu, Aurora.

Ujung pena yang ia pegang bergerak begitu cepat menciptakan lembaran kosong tersebut terpenuhi oleh goresan-goresan kata yang merupakan curahan hatinya saat ini. Setitik air mata jatuh tepat mengenai kata terakhir yang ia tulis, membuat deretan huruf-huruf tersebut mulai memudar.

Tiba-tiba sebelah kanan pundaknya terasa seperti ditepuk pelan, lantas ia membalikan wajahnya kesisi kanannya. Air mata yang baru saja ia keluarkan membuat pandangannya buram.
“hai, kau sahabatnya Aurora kan?”, suara khas pria terdengar jelas menyapanya sementara gadis yang disapa bukannya langsung menjawab melainkan  ia memalingkan wajahmya kembali menghapus air matanya dengan kasar dan menutup buku yang masih berada diatas pengkuannya, meletakan benda itu disampingnya.
“namamu Angle kan?”, ucap pria tersebut untuk kedua kalinya. Mendengar namanya disebut, gadis itu mengadahkan kembali wajahnya kearah pria yang berdiri disampingnya menampilkan senyuman ramah. Seorang pria dengan beju berlengan panjang yang sengaja ia gulung sampai batas siku. Senyumannya memudar ketika kedua bola mata mereka saling beradu pandang.
“kau menangis?”, pria bermata coklat hangat itu menatapnya dengan tatapan lirih berusaha duduk mendekati gadis disebelahnya. Sebelah tangan kanannya, ia ulurkan kewajah gadis tersebut mencoba menghapus sisa-sisa air matanya. Belum sempat ia menyentuh cairan bening di wajah gadis tersebut, tangan gadis itu langsung menepis pelan tanganya.
“Aku harus pergi, kau bisa memiliki tempat ini sekarang”, gadis itu bengkit dari duduknya bergegas meninggalkan pria yang menatapnya dengan pandangan nanar kearah punggung gadis tersebut yang lama kelamaan semakin jauh. Setelah gadis bernama Angle itu tak dapat terlihat lagi, pria itu melonjorkan kaki jenjangnya dan membaringkan tubuh tegapnya diatas rerumputan hijau. Menyanggahkan kedua lengannya sebagai bantalan kepalanya.
“apakah gadis itu menangis karena aku datang dan memutuskan untuk pergi menjauhiku?”, tanya pria tersebut dengan nada yang merasa bersalah. Ia menengokkan kepalanya kesisi kirinya ketempat gadis itu duduk beberapa menit yang lalu, berharap gadis itu datang kembali tetapi nihil yang ia temukan hanyalah sebuah buku berwarna peach bertulisan Angle’s Days sebagai cover buku tersebut.
                                                                        ***
Pria bermata cokelat hangat itu menyatukan bokongnya ke sofa yang terasa empuk. Kedua tangannya membolak-balik sebuah buku yang baru ia temukan di bawah pohon mahoni. Tangannya terasa gatal ingin membuka buku tersebut tetapi hatinya terus mengatakan jangan membukanya. Tiba-tiba sebuah foto yang terselip dibuku tersebut jatuh diatas lantai. Pria tersebut membungkukan badannya mengambil foto tersebut dan membalikan sisi depannya yang menampilkan seorang pria yang sangat femiliar untuknya.
“Zayn?”, desisnya. Pertahananya kini runtuh, ia semakin penasaran kenapa foto teman satu band-nya itu bisa berada diselipan buku tersebut. Tangannya mencoba membuka lembaran-lembaran buku tersebut membaca goresan-goresan kata tersebut didalam hati.

Aku ingin seperti sebuah sendok,
Memiliki tubuh yang tak mudah rapuh,
Yang akan selalu berbentuk tetap dikala dirinya bersentuhan keras dengan piring,
Yang tak akan mudah berubah bentuk ketika dirinya tiba-tiba jatuh.

 Lembaran pertama telah ia baca, seperti terhipnotis ia terus membuka lembaran berikutnya sampai ke lembaran terakhir. Ia membaca tulisan dilembaran terakhir berulang-ulang dan kini ia mengetahui kebenarannya. Kebenaran yang membuat dirinya tersontak kaget.
“gadis itu menyukai Zayn”, ungkapnya

Bagi seorang atlet, cinta itu seperti medali atau piala hasil dari suatu kemenangan.
Bagi seseorang pria, cinta itu adalah proses menunggu tanpa akhir yang berubah menjadi perasaan yang sebenarnya.
Bagi seorang wanita, cinta itu adalah sebuah rahasia yang tidak boleh diketahui orang.

Sebuah suara yang terdengar di sebelah kiri telinganya sontak membuat pria yang kini amat serius memandangi kata per kata yang tertulis dibuku yang sedang yang pegang terkejut. Suara khas dari pria berambut blonde yang  juga ikut membaca sebagian kalimat di lembaran buku tersebut. Pria bermata cokelat hangat itu langsung menutup buku tersebut rapat-rapat, melarang pria berbaju garis-garis itu membacanya lebih lanjut.
Hey Liam, kenapa kau tak ikut pergi dengan kita tadi? Sepertinya kau berusaha mengurung dirimu diruangan ini”, sambung pria berambut blonde itu lagi diikuti dengan kegaduhan yang diciptakan oleh dua makhluk berambut pirang dan blonde sedikit ikal disampingnya.
“Louis? Harry? Niall? kenapa kalian ada disini? Dan sejak kapan kalian masuk?”, pria yang memiliki nama Liam malah berbalik bertanya, ia bingung kenapa ruangan ini telah terisi oleh tiga makhluk yang ia sama sekali tidak tahu kapan mereka datang.
“Harry! Niall!, bisakah kalian berhenti membuat kegaduhan?”, sambungnya lagi yang melihat kearah dua makhluk teraneh yang memperebutkan posisi duduk disamping anggota tertua One Direction, Louis. Dua makhluk tersebut langsung terdiam memberhentikan aksinya setelah mendapat omelan dari Liam.

“Niall?”
Kedua bola mata biru milik Niall melotot saat Liam memanggil namanya. Ia takut jika Liam tiba-tiba memarahinya kembali.
“Liam, kau tidak bermaksud memarahiku kan?”
“Jika kau mau aku bersedia memarahimu sekarang”
“tidak! Aku tidak mau”, ucap Niall sambil menggeleng-gelengkan kepalanya.
“aku hanya ingin bertanya, emm... bagaimana perasaan mu ketika kau tahu cinta mu itu bertepuk sebelah tangan?”
Pertanyaan Liam mampu membuat semua pasang mata yang ada diruangannya menatap tepat kearahnya begitu pula dengan Niall.
“maaf Niall, aku tak bermaksud membuat mu...”
“rasanya itu seperti emm... kau mengikuti suatu perlombaan, setiap hari kau telah berlatih keras tapi pada akhirnya kau kalah dari orang yang hanya berlatih dengan cuma-cuma. Ya, seperti itulah”
“ya Liam, kenapa kau tiba-tiba menanyakan tentang cinta bertepuk sebelah tangan? Apakah kau sedang mengalaminya”, pertanyaan spontan yang keluar dari mulut Harry membuat kedua mata Liam mendelik tajam.
“tidak, aku hanya ingin tahu saja. Hanya itu”, mendengar jawaban Liam membuat ketiga makhluk dihadapannya menatap curiga seperti tidak yakin dengan jawaban Liam.
“Yea!!! Hentikan tatapan menjijikan itu”, ucap Liam yang merasa risih dengan tatapan layaknya seorang polisi yang mengintrogasi seorang pencopet.

                                                                        ***
Dinginnya es krim yang dipegang gadis berambut brunette membuat saraf-saraf kulitnya kedinginan. Buliran-buliran air yang menempel di dinding cup es krim tersebut meluncur kebawah membasahi kedua tangannya. Bola matanya memandang kearah depan dengan tatapan kosong, mengamati pepohonan hijau yang bergoyang-goyang mengikuti hembusan angin. Menyusuri burung-burung yang bebas berterbangan kesana-kemari.

“tanganmu bisa membeku jika kau terus mendiamkan es krim itu”, suara yang berasal dari arah belakang tubuhnya membuat gadis itu membalikan pandangannya kesumber suara tersebut. Ia mendapati pria jangkung yang ia temui kemarin ditempat yang sama pula.

“jika tanganku tidak dingin maka hatiku yang akan dingin”.
Pria itu mengernyit tak mengerti perkataan yang baru saja dilontarkan gadis yang berada didepannya. Ia menurunkan tubuhnya menyatukan bokongnya ke rerumputan yang ia pijaki, mencoba duduk tepat disebelah gadis tersebut.

“untuk apa kau kesini? Kau tidak bergabung dengan teman-teman se-band mu itu?”, tanya gadis itu menjulurkan bibir tipisnya menunjuk empat orang pria diujung seberang ana yang berlarian mengejar satu sama lain lalu menyemprotkan pistol air yang mereka pegang bak seorang anak kecil yang bermain perang-perangan.

“jika pertanyaanmu aku balik, kenapa kau disini? Kenapa kau tidak bergabung dengan kami? Kau akan menjawab apa?”, pria itu bertanya balik ke gadis yang masih memgang cup es krim, tetesan-tetesan air ditangannya bagaikan lem yang merekatkan kedua tangannya dengan dinding cup es krim.

“emm, aku tidak akan bergabung karena aku lebih suka di tempat ini”, jawab gadis itu menatap balik pria disebelahnya.
“itulah jawabanku”.
“maksudmu?”
“jawaban atas pertanyaanmu sebelumnya?”
ck”, gadis itu berdecak kecal tak terima jawabannya dikopi oleh pria disebelhnya yang sedamg menyengir kuda. Ia mengangkat tangannya yang penuh dengan air mencoba membuka tutup cup es krim, sebelah tangannya lagi mengambil salah satu dari dua benda berbentuk panjang  terbuat dari logam yang berada disamping tempat duduknya. Tiba-tiba bibir tipisnya mengembang menciptakan senyuman licik. Ia mengangkat benda putih mengkilat keabu-abuan itu kearah pria disebelahnya. Pria itu langsung mencondongkan tubuhnya kebelakang mencoba menjauhkan diri dari benda itu.

“jauhkan benda itu!”, teriak pria itu ketakutan sementara gadis didepannya cekikikan melihat dirinya melihat dirinya yang masih mencondongkan tubuhnya.
“Hahaha.., ternyata fact-fact ynag aku baca benar, aku tak menyangka haha..”, ucap gadis itu menjauhkan benda yang memiliki bentuk yang berbeda di kedua ujungnya. Pria itu bernapas lega lantas membenarkan posisi duduknya.

“memangnya apa yang kau baca?”
“kau mau tau?”, pria itu lantas menganggukan kepalanya beberapa kali.
“emm, Liam Payne salah satu dari personil boyband The boys atau yang kerap dikenal One Direction memiliki ketakutan terhadap sendok, ia selalu menggunakan garpu saat mekan es krim. Haha.. benar-benar konyol”, ejek gadis itu. Sendok yang ia pegang ia masukan kedalam cup es krim, mengambil cairan dingin yang kini mulai mencair lalu memasukan kedalam mulutnya. Manis dari  rasa es krim tersebut langsung menjalar di papilia lidahnya.

“aku tidak takut, aku hanya.. hanya...”
“jika kau tidak takut, coba buka mulutmu”, pinta gadis tersebut menyodorkan sesendok es krim ke arah mulut pria yang bernama Liam, tapi sayang Liam mengunci mulutnya rapat-rapat.
“ayo cepat buka mulutmu, aku tidak mengidap HIV/AIDS jadi kau tenang saja”, ujung sendok tersebut telah menyentuh bibir Liam dengan ragu-ragu mulut pria itu berlahan-lahan terbuka. Seperti seorang Ibu, gadis itu menyuapi Liam dengan pelan-pelan dan seketika itu pula dinginnya cairan tersebut menyebar ke langit-langit mulutnya. Rasa manis yang ia kecap terasa berbeda dengan rasa manis es krim lainnya. Mungkin ini efek dari sendok tersebut, pikirnya. Gadis dihadapannya tersenyum puas telah berhasil memasukan benda yang selama ini Liam takuti kedalam mulut pria tersebut.
“karena kau sudah tak takut lagi dengan sendok, maka aku akan memberikanmu ini”, gadis itu menyerahkan sendok yang masih dilapisi oleh plastik putih bening transparan. Raut muka bingung langsung muncul diwajah Liam yang kemudian mengambil benda itu, membolak-balik mengamati benda yang pernah ia takuti. Si pengasih pun memasukan kembali sesendok es krim ke dalam mulutnya menikmati cairan manis yang dinginnya sudah mulai hilang.
“anggap saja sendok itu sebagai awal pertemanan kita”, seru gadis itu diakhiri dengan senyuman manisnya.
“Angle?”, gadis itu memalingkan wajahnya menatap pria bermata cokelat hangat.
“kenapa?”
“aku ingin mengembalikan ini”, ucap pria itu seraya menyerahkan sebuah buku berwarna peach. Buku yang membuat dirinya mengetahui semua tentang gadis dihadapannya terutama perasaan gadis tersebut terhadap sahabatnya, Zayn Malik. Angle pun mengambilnya dan sebuah sumringah langsung muncul.
“Ya ampuuunn, akhirnya buku ini kembali. Kau tau, aku mencarinya semalaman suntuk. Merelakan waktu tidurku demi mencari benda ini. Tapi, kenapa kau bisa menemukannya?”. nada suara gadis itu terdengar bahagia. Ia merapatkan buku itu kedadanya seakan-akan tak ingin kehilangan benda yang membuatnya tidak bisa tidur semalaman.
“kau meninggalkannya kemarin”, jawab Liam.
ouh begitu, emm... bagaimana jika sendok yang tadi aku berikan sekaligus ucapan terima kasihku karena, kau telah menemukan buku ini?”
“Tidak! Aku tidak mau!”, mendengar penolakan Liam gadis itu langsung mendengus kesal. Ia kembali memasukan es krimnya meredamkan rasa kesalnya.
“lalu, kau mau apa?”
“Apakah kau yakin akan menuruti kemauanku?”, pria itu bertanya balik.
yah, apa boleh buat. Akan ku coba”, jaab gadis tersebut yang terdengar pasrah.
“tiga permintaan! Aku ingin kau memenuhi tiga permintaanku”
“Apa? Tiga permintaan? Itu terlalu banyak”, protes Angle sambil menggeleng-gelengkan kepala tidak menyutujui kemauan Liam.
Yasudah¸ jika kau tidak mau, kembalikan buku itu!”
“Tapi ini kan punyaku!”
“kau lupa, kau telah menghilangkannya dan akulah penemunya. Jadi, hak milik buku itu ada ditanganku”
Huft, baiklah baiklah. Sebutkan tiga permintaan mu itu”, gadis itu pun menyerah. Ia tak menyangka seorang Liam Payne yang memiki phobia aneh ternyata cukup licik. Kini emosi Angle makin menuncak dengan ceoat ia memakan es krimnya lagi dan lagi. Belum selesai ia menelan es krim dimulutnya ia lantas menyuap lagi membuat mulutnya terpenuhi cairan putih kental tercampur coklat manis.
“Angle?”
“Apa? Cepat katakan permintaanmu”. Mendadak Liam menulurkan tangannya mendekati wajah Angle. Tangan kanan Liam menyentuh permukaan bibir tipis Angle itu mencoba menghapus sisa-sisa es krim yang menempel di bibir gadis bruneette itu. mendapat perlakuan yang secara tiba-tiba membuat gadis tersebut kikuk, ia merasakan seperti kupu-kupu berterbangan di perutnya menciptakan rasa geli. Kedua bola matanya saling bertemu pandang dengan bola mata berwarna cokelat hangat yang kini sedang menatapnya sendu. Ia seakan-akan terhipnotis oleh pancaran mata pria tersebut.

“permintaan pertamuku, aku ingin kau menjawab pertanyaanku. Apakah kau menyukai Zayn?”, Angle mengerjapkan kelopak matanya, kedua bola matanya seperti ingin keluar seperti ikan lohan. Ia terkejut kenapa tiba-tiba Liam menanyakan tentang itu.
“dari mana kau tau? Kau membaca buku itu?”
“jangan menjawab pertanyaan dengan pertanyaan lain!”. Skakmat! Kini gadis itu tak bisa mengeluarkan suaranya bibirnya terasa berat untuk berucap, ia menggigit bibir bawahnya kini perasaan yang selama ini ia tutupi akhirnya terbongkar pula.
“Ternyata benar kau menyukai pria ketimuran itu”, ucap Liam sambil menarik tangannya yang baru saja menyentuh bibir Angle.
“kau tenang saja aku tidak akan membocorkannya kepada Zayn, kau tenang saja”, serunya lagi.
“akan ku pegang ucapanmu, lalu apa permintaanmu selanjutmya?”
“emm... aku ingin sendokmu itu!”. jari telunjuk Liam menunjuk kearah sendok yang berada di dalam cup es krim yang tinggal seperempat bagian.
“kenapa kau menginginkan sendok ini?. Kau tau? Sendok yang baru saja aku berikan ke kamu itu salah satu sendok yang belum pernah ku gunakan”
“tapi aku menginginkan sendok itu. karena sendok itulah yang pertama kali masuk kedalam mulutku. Jadi, berikan sendok itu kepadaku!”
Seperti tidak rela Angle mengambil benda yang terbuat dari logam dan memberikannya kepada Liam.
“ini!, jangan sampai kau menghilangkan sendok ini!”
“jangan khawatir”
“lalu, apa permintaan terakhirmu. Cepat katakan aku tidak punya banyak waktu”
“memangnya kau mau kemana?”
“nanti sore aku akan segera pulang”
“pulang? Kenapa kau tidak pulang bersama dengan kami, One Direction?”
“pulang bersama 1D? Haha, bisa-bisa aku tidak sampai di rumah melainkan mati di bunuh oleh fans fanatik mu itu”.
“yea! Kenapa kau berpikir buruk dengan fans ku?”
argh,  kau banyak tanya. Cepat katakan permintaan terakhirmu?”
“baiklah jika itu mau mu?”. Angle memanjangkan telinganya berusa mendengar ucapan Liam, ia berharap pria itu tidak akan meminta yang aneh-aneh yang dapat membuatnya bungung.
“bisakah kau melupakan Zayn. Karena aku tak ingin kau terus larut dalam kesedihanmu”. Memang bukan permintaan aneh tapi benar-benar aneh. Kenpa pria itu selalu membuatnya terkejut. Membuatnya dia melupakan cara bernapas dan membuat seketika zat oksigen disekitarnya menghilang.
“a... a.. aku...”
“ketika kau telah melupakannya maka disaat itu pula aku akan mengembalikan sendok ini”
“a.. a.. aku harus pergi. Maaf”. Gadis itu bingung harus menjawab apa, yang bisa ia lakukan hanyalah menghindari pria disebelahnya dengan cara pergi dari tempat itu secepat mungkin. Sementara Liam merasa bingung kenapa gadis itu selalu meninggalkannya disaat ia menunggu jawabannya.
                                                                        ***
“Niall, pelankan cara makan mu. Kau bisa tersedak jika makanmu seperti itu”, ucap seorang pria kepada sahabatnya yang seperti orang kelaparan. Sementara pria yang diberi nasehat tetap saja asyik memakan makanannya terburu-buru, ia tak mempedulikan nasihat dari sahabatnya.
“aku sudah terbiasa dengan cara makan seperti ini”, mendengar ucapan tersebut, pria itu hanya menggeleng-gelengkan kepalanya lantas menyatukan bokongnya dikursi makan.
boys, sepertinya besok kita akan kembali ke London”, ucap kak Louis yang duduk diapit oleh Harry dan Niall.
“besok? Huh,  padahal aku masih betah disini”, ucap Niall sambil memasang muka memelas.
“aku tahu, kau bukan betah disini tapi kau betah dengan makanan yang ada disini. Iya kan, pirang?”, Aurora yang duduk disamping Zayn langsung menimpali Niall membuka aib Niall yang suka makan.
yea pendek! Kenapa kau selalu saja menyemprotku dengan kata-kata jahilmu”, balas Niall sembari memasukan sesendok kuah sayur kedalam mulutnya. Aurora yang mendapat gentakan kecil dari Niall hanya menjulurkan lidahnya keara pria berambut pirang.
“Liam, kenapa kau tidak memakan sayurnya?”, Louis yang sedang menggigit sayuran kesukaanya, wortel menatap Liam yang hanya berdiam dimeja makan.
ahh, aku tau kenapa kau tidak makan. Kau tidak bisa memakan sayur ini dengan garpu kan?. Bagaiman jika soup nya untuk ku saja?”, ucap Niall dengan makanan yang penuh dimulutnya.
“siapa bilang aku tidak bisa memakannya? Aku bisa!”.  Liam langsung merogoh kantong celananya mengambil benda panjang yang mengkilat. Benda yang ia ambil dari gadis yang tadi pagi ia temui. Semua pasang mata yang ada diruangan tersebut langsung menghentikan makannya menatap Liam yang kini sedang memegang benda yang pria itu takuti.
“Liam, bukannya kau....”
“apa? Takut sendok?” balas Liam yang memotong pertanyaan Harry. Harry pun langsung mengangguk mendengar ucapan Liam.
“tapi itu dulu, sekrang ketakutanku sudah hilang”
Niall. Harry, kak Louis, Zayn dan Aurora langsung melongo mendengar ucapan Liam. Mereka seakan-akan tidak percaya.
                                                                                    ***
Hembusan angin membuat permukaan air danau bergerak-gerak. Daun-daun mahoni yang mulai menguning berhamburan jatuh tertiup angin mengenai rambut seorang pria berpakaian kemeja lengan panjang yang sengaja ia gulungkan hingga batas siku. Pria itu menarik napasnya dalam-dalam merasakan udara sejuk masuk kedalam paru-parunya mengenai alveoulus, meregakan rasa lelahnya yang selama dua bulan ini telah disibukan oleh pekerjaan. Rasa lelahnya mungkin akan segera lenyap setelah ia menemui gadis yang saat ini ia tunggu. Gadis yang selama ini ia rindukan. Gadis yang membuat rasa takutnya hilang terhadap sendok. Ia berdiri tepat dibibir danau memperhatikan permukaan danau tersebut menciptakan bayangan dirinya.
Huh, kenapa dia lama sekali?”, ucap pria itu kesal yang sejak dua puluh menit yang lalu telah berdiri menunggu seorang gadis. Lantas ia membungkukan punggungnya mengambil segumpal kerikil yang berada ditanah yang ia pijaki. Ia menyemplungkan benda keras itu kedalam danau membuat permukaan air danau menghasilkan lingkaran dan bunyi ‘plung’.
“Dia datang? Dia tidak datang? Dia datang? Dia tidak datang?....”
Satu persatu kerikil itu dicemplungkan dibarengi dengan kedua bibir yang terus berucap menanyakan kedatangan gadis itu. rasa gundahnya mulai muncul, ia takut jika gadis itu tiba-tiba membatalkan janjinya.
“Aku datang, Liam”. Mendengar suara yang tiba-tiba muncul membuat pria bernama Liam membalikan tubuhnya mendapati gadis berambut brunette.
Yea!, kenapa kau lama sekali?. Kau yang membuat janji tapi kau yang terlambat, ck
“maaf Liam, tadi aku ada urusan mendadak”.
“emm, aku ingin kau mengembalikan sendok ku”
“apa? Kau menyuruhku menemuimu hanya untuk itu. Huh, ku kira kau akan bilang ‘sudah lama ya kita tak bertemu. Aku kangen padamu Liam’”, pria itu menjawab dengan nada yang dibuat-buat menyerupai suara wanita.
“Bukankah kalimat itu yang akan kau katakan padaku? Kau merindukan ku kan?”.
Liam tersipu malam mendengar ucapan lawan bicaranya. Sementara gadis itu menyengir kuda apa yang diucapkannya ternyata benar.
“Ya aku merindukanmu tapi hanya sedikit”, jawab pria itu dengan gelagat kikuk.
“sedikit? Aku tak percaya!. Lebih baik sekarang kembalikan sendok ku!”, tangan gadis itu terulurkan memperlihatkan ruas-ruas garis di telapak tangannya.
“Tidak! Aku tak mau!”
“kenapa? Bukankah jika kau sudah melupakan pria itu kau akan mengembalikannya?”
“memangnya kau sudah melupakan Zayn?”
“untuk apa aku meminta sendok itu jika aku belum berhasil melupakan pria itu. sekarang cepat keluarkan sendok itu!”
Pria itu merogoh kantung belakang  jeansnya, mengambil benda yang selama dua bulan ini selalu dibawanya kemanapun ia pergi.
“sini!, berikan sendok itu!”, seru gadis itu lagi.
“tidak bisa!”
“kenapa tidak bisa?”
“karena... karena aku jatuh cinta kepada pemilik sendok ini. I love spoon and I love you”.
Mata gadis itu melotot mendengar kalimat terakhir yang baru diucapkan Liam, tenggorokannya terasa tercekak, udara disekitarnya seakan akan menghilang. Dan disaat itu pula dunia terasa berhenti. Apa aku tak salah dengar, pekik gadis itu.
“A...a.. apa maksud mu?”, dengan bersusah payah gadis itu mengumpulkan energi yang masih tersisa meminta penjelasan dari pria yang berada dihadapannya.

Bukkk...
Tiba-tiba suara dentuman keras terdengar seperti suara buah yang terjatuh dibalik pohon yang tidak jauh dari hadapan dua insan yang masih saling menatap menanti jawaban. Kedua pasang mereka langsung menatap pohon itu mencoba ingin tahu buah apa yang terjatuh. Tetapi bukan buah yang terjatuh melainkan seorang pria berambut pirang.
“Niall?’, desis Liam dengan suara pelan kenapa tiba-tiba ada pria itu.
Yea! Harry, kenapa kau mendorongku?”
“Bukan aku Niall, tapi kak Louis”, protes pria berambut blonde yang sedikit curly, tidak terima atas tuduhan Niall yang masih terduduk ditanah.
“tanganku digigit semut jadi, aku refleks mendorong kalian”, ucap pria berbaju garis-garis yang berada dibalik punggung Harry. Jari-jari tangannya menggaruk tangan sebelahnya yang sedikit memrah terkena gigitan hewan kecil.
“Niall? Harry? Kak Louis? Kenapa kalain ada disini?. Kalian membuntuti ku sejak tadi?”, ucap Liam yang baru sadar ternyata ketiga sahabat teranehnya itu mengikutinya sementara, ketiga pelaku tersebut hanya menyengir kuda gagal menjalankan misinya sebagai pengintip.
Hei, Liam seharusnya kau mengatakan ini kepada Angle. Kau tau Angle sebelum aku bertemu denganmu aku sangat takut dengan sendok tapi setelah aku bertemu denganmu ketakutanku adalah aku sangat takut kehilangnmu. So, please be my girlfriend”, bagaikan raja gombal, Louis mengeluarkan kata-kata rayuan kepada Liam. Sebelah tangannya, mengambil tangan Niall dan mengucapkan rayuannya menjadikan pria pirang itu sebagai Angle. Harry yang melihat adegan itu langsung cemburu dan menarik paksa tangan Niall.

“kak Lou, caramu itu sudah basi. Liam kau harus melihatku dan mempraktekannya setelah ini. Karenamu ketakautanku terhadap sendok telah menghilang, karena kamu aku mengetahui betapa pentingnya sendok untuk orang-orang, dan karena kamu pula, aku mengetahui betapa pentingnya engkau untuk diriku, Angle”, usai kalimat itu berakhir Harry langsung mengecup puncak tangan Niall. Niall yang berpura-pura berperan sebagai Angle lantas tersipu malu.
Liam yang merasa dipojoki oleh teman-temannya hanya memukul pelan kepalanya beberapa kali dengan sendok yang ia pegang. Ia merasa kesal sekaligus malu, kini rencanya menyatakan perasaannya kepada Angle benar-benar kacau. Sementara gadis itu hanya tertawa terbahak-bahak melihat tingkah konyol tiga sahabat teraneh Liam. Kepala Liam yang ia ketuk-ketukan dengan sendok mulai mengeluarkan rasa sakit lantas ia meurukan tangannya.
Tiba-tiba saat tangannya sudah ia turunkan, ia merasa tangan Angle menyetuhnya.  Mengeratkan jari-jari tangannya dengan tangan Liam yang masih memegang benda yang mempertemukannya dengan cintanya. Senyuman manis gadis itu langsung merekah saat Liam menatapnya.
I love spoon and I love you, too”, ucap gadis itu dengan suara pelan seperti berbisik.
                                                          

  - The End-













                                                                 


No comments:

Post a Comment