“pokoknya gue
mau malam ini kita nonton! Titik!”
“gak, gue gak
setuju mendingan kita karokean aja!”
“nonton sama
karokean udah basi lebih baik kita ngadain barbeque party itu lebih
asikkk!”
“gak gue gak
mau! pokoknya NONTON!”
“KAROKEAN!”
“BARBAQUE
PARTY!”
“NONTON!”
“KAROKEAN!”
“BARBEQUE
PARTY!”
Teriakan-teriakan tersebut terus
terdengar disebuah cafe. Kedua bola mata semua pengunjung cafe mendelik
memperhatikan kelakuan empat orang gadis yang duduk di pojok ruangan cafe.
Ketiga dari gadis tersebut terus saja berteriak mengeluarkan keinginan mereka
untuk merayakan malam tahun baru yang akan berlangsung pada malam ini.
Sementara seorang gadis yang duduk dihadapan mereka hanya menggeleng-gelengkan
kepalanya, mengelus keningnya yang terasa pening mendengar adu mulut yang
terjadi diantara ketiga sahabatanya. Hatinya mendumel menyadari betapa childishnya
sifat dari sahabat yang ia miliki. Ketiga
sahabat yang telah ia kenal sejak ia duduk di masa sekolah menengah pertama.
Sudah hampir lima tahun mereka bersama dan membuat mereka mengenal satu sama
lain. Moment-moment yang menyenangkan terus terjadi saat mereka
berkumpul bersama, tak hanya menyenangkan bahkan menyedihkan pun juga ada saat
keadaan menyuruh mereka untuk bersekolah disekolah yang berbeda dan membuat
mereka jarang bertemu. Tak hanya itu
banyak sekali perbedaan diantara mereka tapi hal itu tidak membuat
persahabatan yang mereka miliki menjadi
buyar. Gadis yang masih mengelus-elus keningnya bersyukur karena
walaupun mereka berbeda sekolah dan jarang sekali bertemu tetapi mereka masih
sering menghabiskan weekend bersama. Dari bercerita gebetan mereka, menggosip
temen sekelas, cowok-cowok ganteng disekolah mereka sampe menyombongkan
keahlian idola yang mereka miliki selalu menjadi topik utama yang akan mereka
bahas saat berkumpul. Dari yang tertawa lepas, bercanda ria sampe yang menangis
gara-gara baru putus dari pacarnya yang selalu menyelimuti eksperesi mereka
saat berkumpul. Terkadang rasa jenuh pun timbul di hati gadis ini disaat sikap egois diantara mereka yang sering muncul
dan tidak pernah hilang selalu saja mempertahankan
kehendaknya sendiri seperti sekarang ini.
Kapan
sih mereka akan dewasa dan mau mengalah?
Selalu saja berdebat!.
ucap gadis tersebut berdumel didalam hatinya dan berharap
sikap kekanak-kanakan mereka akan cepat hilang.
“Guys,
please stop!. Kalian telah mengganggu pengunjung cafe ini!”.
Ucap gadis tersebut dengan lantang
yang sudah tidak tahan mendengar ocehan-ocehan sahabatnya. Seketika suasana
disekitar yang tadinya ramai menjadi hening. Ketiga sahabatnya terdiam
memandangi satu sama lain dan sedetik kemudian mereka menolehkan kepalanya
keseluruh pandangan cafe yang langsung bergidik ngeri mendapati tatapan tajam
dari para pengunjung cafe.
“Laura, aku
tidak setuju dengan usulmu. Kita sudah terlalu sering menonton bahkan hampir
sebulan sekali kita nonton bersama”, ucap gadis itu menatap gadis yang paling
tua diantara mereka.
“aku juga sama
sekali tidak menyetujui idemu, Merry. Kau lupa minggu lalu kita telah
karokean?”, ucapnya lagi sambil menatap sahabatnya yang selalu berpenampilan
tomboy yang memiliki hobi bernyanyi.
“sama seperti
Laura dan Merry, aku juga tidak setuju dengan idemu, Bunga. Bukankah malam
tahun baru kemarin kita telah merayakannya dengan pesta barbeque?”, lanjutnya
lagi dengan memandang sahabatnya yang berpenampilan tiga ratus enam puluh
derajat berbeda dari penampilan Merry. Bunga, gadis yang selalu berpenampilan
feminim dengan rambutnya yang panjang yang selalu ia gerai dan menghiasinya
dengan sebuah pita cantik berwarna merah cerah.
“lalu kau
ingin merayakannya dimana, Marsha?”, celetuk bunga dengan raut muka yang kesal
karena idenya tidak diterima.
“aku tidak
akan merayakannya. Ada sesuatu hal yang lebih penting yang ingin ku katakan”,
jawab gadis yang memiliki nama Marsha dengan lirih.
“apa lo ingin
bilang kalo lo akan ngerayain malam tahun baru malam ini dengan temen-temen
baro lo dan melupakan kita?”
Marsha pun
menggeleng mendengar ucapan sinis dari Laura yang juga ikutan kesal dengannya.
“aku ingin
bilang kalo besok aku akan keluar kota dan sepertinya aku akan menetap disana
sampai aku lulus SMA”
Ketiga
sahabatnya langsung saling menatap tak percaya, kaget dengan pernyataan Marsha
yang mendadak jika salah satu sahabatnya akan meninggalkan mereka.
“kenapa lo
baru bilang sekarang, Sha?”. Merry yang masih terkejut bertanya dengan dibumbui
rasa emosi tak terima jika sahabatnya pergi.
“bagaimana aku
bisa bilang jika dari tadi kalian terus saja berteriak dan mengoceh seperti
anak kecil?”. Mendengar jawaban Marsha ketiga sahabatnya langsung terdiam
merenungi kesalahan mereka yang memang selama ini mereka masih bertingkah
seperti anak kecil.
“Maaf, jika
aku menghancurkan rencana kita untuk merayakan malam tahun bersama. Anggap saja
pertemuan kita ini sebagai perayaannya sekaligus pertemuan terakhir kita karena
mungkin kita bakalan ga ketemuan dalam jangka waktu panjang”, ucap Marsa
berusaha tegar dihadapan sahabat-sahabatnya.
“lo lagi
bercanda kan, Sha?”, tanya Laura yang kini menitikan air matanya dan untuk
kedua kalinya Marsha menggelangkan kepalanya.
“aku ngga
bercanda Laura, aku bahkan udah packing dan besok pagi tinggal
berangkat”
“ko lo tega
sih ninggalin kita!”
“sekali lagi
maaf. Jangan nangis dongggg. Kita kan masih bisa telfon – telfonan, SMS-an,
BBM-an, ada email pula jadi walaupun aku ninggalin kalian persahabatan kita
akan tetep berjalan”
“tapi kan sama
aja, Sha kita gak bakalan bisa hang-out bareng lagi, nonton bareng, karokean
bareng, ceritain cowo-cowo kece disekolah, pokoknya masih banyak lagi yang kita
ga bisa lakuin kalo kamu ninggalin kita”, protes Bunga.
“kalian tenang
aja, pas nanti liburan kenaikan kelas aku pasti nemuin kalian ko. oiya aku juga
mau ngucapin terima kasih banyak sama kalian karena kalian semua udah jadi
sahabat terbaik aku. Pokoknya best of the best deh untuk kalian”, ucap
Marsha yang diakhiri senyuman manisnya.
Ketiga
sahabatnya tersebut juga ikutan tersenyum memandangi sahabatnya yang selalu
jadi penengah jika ketiga dari mereka sama-sama tidak mau mengalah, yang selalu
bersikap dewasa disaat sahabatnya bertingkah laku seperti anak kecil, yang
selalu setia mendengarkan curhatan mereka yang tak pernah kunjung habis dan
yang sudah mereka anggap sebagai saudara kandung sendiri satu sama lain.
“okey guys,
its 5 pm i have to back home. Jaga diri kalian baik-baik pokoknya pas aku balik
sifat childish kalian harus udah punah, hehe.. untuk Laura semoga aktor favorit
mu, Shia LeBouf akan cepat-cepat terima tawaran film baru supaya kau tidak
terus-terusan menonton film robotmu itu, Transformer. Untuk Merry semoga
penyanyi idola mu, Zayn Javad Malik akan membatalkan pernikahannya dengan
Perrie dan segera terbang ke Indonesia lalu melamarmu walaupun aku tahu itu tak
mungkin terjadi. Untuk Bunga yang cantik semoga mantanmu, Dave akan menyadari
betapa menyesalnya dia telah meninggalkan sahabatku yang cantik ini”
Ketiga gadis
yang duduk dipojok ruangan cafe tertawa mendengar ucapan Marsha dan hanya Merry
lah yang cemberut memanyunkan kedua bibrnya tak setuju dengan ucapan sahabatnya
yang sebentar lagi akan meninggalkan mereka.
“Hei Merry,
aku hanya bercanda. Seharusnya kau bilang Amin. Mungkin saja suatu saat nanti
Zayn Malik benar – benar akan datang dan melamarmu dan satu lagi HAPPY NEW
YEAR! Good bye my best of the best friends. Aku sayang kalian”
Marsha pun
memeluk ketiga sahabatnya yang sebentar lagi akan ia tinggalkan. Pelukan
perpisahan tersebut hanya berlangsung beberapa menit. Gadis yang memiliki nama
lengkap Marsha Aulia langsung bangkit dari tempat duduknya melangkahkan kakinya
menuju pintu keluar cafe tersebut. Benteng pertahannya pun runtuh, air matanya
langsung mengalir saat ia telah berada diluar cafe yang selam ini telah menjadi
best camp untuk berkumpul dengan sahabatnya. Sementar ketiga sahabatnya
terus memandang kepergian sahabat terbaiknya. Mereka terus menyeka air matanya
seiring dengan langkahan kaki Marsha yang semakin lama semakin jauh.
***
Detik demi detik, menit demi menit
terus berlalu mendekati pergantian malam tahun baru. Kedua bola mata hitam yang
pekat milik seorang gadis yang kini sedang berdiri tmemandangi tugu yang
berdiri tegak setinggi 132 meter. Monas, ya itulah yang saat ini menjadi objek
pandangannya. Kerlap-kerlip lampu kota memperindah suasana malam tahun baru.
Gadis itu terus saja memandangi objek utamanya menantikan pergantian tahun
beru. Pendangannya menyapu ke ribuan orang yang membanjiri daerah sekitar Monas
seperti sebuah lautan. Matanya melihat kesekeliling sekitarnya, mendapati
tangisan seorang anak kecil yang merengek pada ibunya meminta dibelikan kembang
api. Seorang pria dan wanita seumurannya yang sedang bergandengan tangan mesra,
seorang ayah yang sedang mengejar istri dan anaknya yang berlarian kecil, dan
kakek nenek yang juga ikut merayakan seperti tidak ingin ketinggalan moment-moment
dipengujung tahun. Gadis tersebut berdecak kesal karena hanya dialah yang
seorang diri seperti sebatang kara. Tidak ingin rasa keiriannya semakin
memuncak akhirnya gadis itu memutuskan untuk meninggalkan tempat yang kini
mulai ramai dengan para pengunjung.
“Huh,
seharusnya malam ini aku bisa merayakannya dengan sahabatku. Tak seperti
sekarang bagaikan orang ilang ditengah keramaian kota Jakarta. Andai saja
mereka bisa mengalah dan kenapa juga aku terlalu emosi seandainya aku bisa
lebih bersabar mungkin sekarang aku bisa tertawa bersama dengan mereka. Huft
menyebalkan!”. Beriringan dengan langkahan kakinya gadis itu terus mendumel
mengingat kejadian di cafe menyesali keputusannya saat ia meninggalkan sahabatnya..
“Apa mungkin
nasibku seperti kaleng ini. Sendirian ditengah jalan?”. Langkahannya terhenti
ketika kaki kanannya hampir mengenai permukaan kaleng minuman yang saat ini ia
tatap.
Tuingggg...
Sedetik
kemudian karena saking kesalnya gadis yang menyandang nama Marsha itu langsung
menenendang kaleng kosong tersebut dan melanjutkan langkahannya.
“Hei Nona, kau
menjatuhkan ini dikepalaku bukan lebih tepatnya kau melemparkan kaleng ini dan
mengenai kepala ku”
Tiba-tiba dari arah seberang jalan
seorang pria berjaket biru mendatangi Marsha. Sebelah tangan kanan pria
tersebut mengelus-elus kepalanya sementara tangan kirinya menyodorkan kaleng
minuman tepat di depan mata gadis tersebut. Marsha terdiam memandangi kaleng
yang dipegangi pria tak kenal tersebut. ya kelang itu kelang yang ia telah
tendang beberapa menit yang lalu.
“kenapa kau
diam saja? Kau kan yang melemparkan ini?”
“tidak aku
tidak melemparkannya”.
“kalo bukan
ulah mu lalu ulah siapa?. Tak ada orang disekitar sini”.
“aku juga
tidak bilang itu bukan ulah ku dan kau salah karena aku menendangnya bukan
melemparkannya”, ucap Marsha dengan wajah polos.
“itu sama saja
No..naaa...”, ucap pria tersebut dengan nada sedikit frustasi mengelus kepalanya
dengan kesal.
“Auu....”,
pria itu meringis kesakitan. Rasa sakit di kepalanya bukannya menghilang tetapi
malah bertambah sakit. Sementara gadis yang berada di hadapan pria tersebut
menutupi mulutnya meredamkan rasa gelinya menertawakan tingkah laku pria yang
telah menjadi korban tendangan mautnya.
“kenapa kau
menatapku seperti itu?”, tawa Marsha pun lenyap saat ia menyadari pria tersebut
menatapnya dengan tatapan aneh. Melihat kesekelilingnya lalu menatapnya lagi.
“jangan bilang
kau mau berbuat macam-macam dengan ku?”
“siapa juga
yang ingin berbuat macam-macam dengan gadis pendek seperti mu”, jawab pria
tersebut mendekatkan tubuhnya kearah gadis didepannya mengukur kepala gadis
tersebut yang hanya mencapai dagu pria tersebut.
“lalu kenapa
kau menatapku seperti itu?”, ucap Marsha uang menjauhkan diri dari pria aneh di
hadapannya.
“emm, apakah
kita memiliki nasib yang sama?”
“nasib yang
sama? Maksudmu?”
“lihatlah kau
datang ketempat ini sendirian kan?, aku pun juga datang sendirian jadi kita
senasib”
“tidak. aku
tidak sendirian”, ucap Marsha berbohong. Pria aneh itu mengernyitkan dahinya
tak percaya dengan jawaban Marsha.
“lalu kau
datang dengan siapa?”
“aku datang
dengan siapa itu bukan urusan mu. Sudah sana kau pergi! Dasar pria aneh!”
“aku tahu kau
bohong kan? Sudahlah mengaku saja kau sendirian karena dari tadi tidak ada
orang yang menyapa mu”, pria itu tersenyum licik menatap Marsha.
“aku datang
bersama adik ku. Itu adik ku”, Marsha langsung melambaikan tangannya dan
tersenyum ramah kepada gadis kecil diseberang jalan tetapi bukannya senang gadis kecil itu malah menangis ketakutan melihat
Marsha.
“kau lihat itu
dia menangis. Hahaha... mana ada seorang adik yang menangis jika kakaknya
bertingkah baik”, ledek pria tersebut yang mengetahui kebohongan Marsha.
Ya tuhan kenapa dihari terakhir
tahun ini Kau menemui ku dengan pria
yang super aneh ini, gerutu Marsha di dalam hati. Marsha pun melanjutkan
langkahannya meninggalkan pria aneh yang masih tertawa atas kebohongannya.
“jadi aku
benar kan kalo kau sendirian?”, Pria itu bukannya meninggalkan Marsha tetapi ia
malah mengikuti langkahan kaki Marsha.
“kalo aku
sendirian memangnya kenapa? Lagi pula kau juga sendirian”, ucap Marsha mencibir
tak mau kalah dengan pria aneh yang sedang meledeknya.
“lalu kenapa
kau sendirian disini?”
“lalu kenapa kau
juga sendirian disini?”
“hei Nona
jawablah pertanyaanku bukan mengkopi pertanyaanku”
“aku tidak
mengkopi pertanyaan mu tapi itulah jawaban ku”.
Marsha pun
menghentikan langkahannya karena percuma saja walaupaun ia terus melangkah pria
disebelahnya pasti akan mengikutinya terus. Dengan amat terpaksa gadis itu
duduk di tepi trotoar, meluruskan kedua kakinya. Dan benar saja pria itu juga
mengikuti apa yang dilakukan oleh gadis disebelahnya. Marsha menghela napas
panjang, pria itu mengikuti menghela napas panjang. Marsha memukul kedua lututnya,
pria itu pun juga memukul kedua lututnya.
“hei, kau
mengkopi gerakan ku!”, ucap Marsha kesal.
“aku tidak
mengkopi gerekanmu aku memang ingin melakukannya”.
Marsha hanya
bisa terdiam menatap pria asing disebelahnya yang entah tak tahu dari mana asalnya.
“baiklah aku
akan berhenti mengikuti gerakan mu jika kau menjawab pertanyaan ku tadi”.
“aku sudah
lupa dengan pertanyaan mu”.
“tenang saja
aku akan mengulanginya. Jadi, kenapa kau disini sendirian?”
“jawabanku aku
disini tidak sendirian aku bersama pria teraneh yang pernah kutemui di planet
ini”, jawab Marsha dengan nada yang ketus.
Untuk kedua
kalinya pria itu mengjabak rambutnya dengan kesal dan kedua kalinya mendengar
jawaban yang membuatnya frustasi dari gadis disampingnya.
“maksud
pertanyaanku kenapa kau sendirian disini sebelum pria aneh itu datang?”
“emm,
seharusnya aku merayakan malam ini bersama sahabatku tapi karena mereka tak mau
mengalah jadi aku merayakannya sendirian di tempat ini”. Pria tersebut
menganggukan kepalanya mendengarkan jawaban atas pertanyaannya.
“oh begitu”.
“lalu kenapa
kau datang kesini sendirian?”
“hahaha... kau
penasaran ya? Ku kira kau tak akan penasaran”
“aku sama
sekali tidak penasaran. Hanya ingin tahu saja jika kau tak ingin menjawabnya
tak masalah bagi ku”, ucap Marsha kesal merasa telah dicurangi.
“baiklah aku
akan menjawabnya, emm.. sudah seminggu yang lalu aku telah merencanakan
perayaan malam tahun baru ini di Monas dengan pacar ku tapi sayangnya tadi
siang kita bertengkar dan yahhh, we broke up”, mendengar jawaban dari pria aneh
tersebut membuat Marsha menjadi simpati padanya.
“so poor you
are, jadi ceritanya saat ini kau sedang galau?
Haha.. ternyata pria aneh seperti mu juga bisa galau”.
“maybe...”,
balas pria tersbut dengan nada yang lirih dan mengangkat kedua bahunya.
“tunggu!
Bukankah seseorang akan memilih tempat yang sunyi sepi untuk bergalau? Seperti
sahabatku yang akan mengurung dirinya di dalam kamarnya seharian suntuk. Tapi,
kenapa kau memilih tempat yang ramai?. Ckck... benar–benar pria aneh”
“kaulah yang
aneh Nona... jika kita memilih tempat sepi dan sunyi untuk bergalau. Kegalauan
kita bukannya menghilang tetapi akan semakin memuncak”.
“benarkah
seperti itu?”, dengan tampang yang polos Marsha menanyakannya dan pria tersebut
langsung menganggukan kepalanya.
“jika kau
tidak percaya coba saja”
“baiklah aku
akan coba saran darimu, pria aneh a.k.a Raja Galau. Hahaha...”
“dan
seharusnya kau bersyukur karena dengan aku memilih tempat ini kau jadi tidak
sendirian lagi. Mungkin saja kau akan sendirian jika aku tidak datang”, ucap
pria aneh tersebut dengan menunjukan senyum jahilnya.
“aku tidak
meminta mu untuk menemani ku lagi pula kau sendiri kan yang mengikutiku jadi
kau lah yang sepatutnya bersyukur”
“kau Nona!”
“bukan aku
tapi kaulah”
“Kau!”
“Kau!”
Kedua insan
tersebut terus saja berteriak mengelurkan kata ‘Kau’ dengan jari telunjuknya
yang saling menunjuk satu sama lain. Mereka berdua bagaikan sepasang anak kecil
yang memperebutkan mainan lollypop.
“huh, sudahlah
berdebat dengan mu tak akan habis”, ucap Pria aneh tersebut yang mengalah.
“siapa suruh,
lagi pula kaulah yang memulainya”.
“oiya aku
hampir lupa jam berapa sekarang?”
“jam sebelas
lewat lima belas menit. Kenapa memangnya?”
“tinggal empat
puluh lima menit lagi. Emm.. bagaimana jika kita merayakan tahun baru ini
berdua?”, ajak pria aneh tersebut dengan sedikit ragu.
“berdua?
Maksudmu kau dan aku?”
“ya tentu
saja. Sudahlah aku tahu kau menginginkannya?”
“emmm, baiklah
kurasa berdua lebih baik jika sendirian”
“ayo ikut aku!
Kita beli kembang api”, pria aneh tersebut bangun dari duduknya dan mengulurkan
tangan kanannya kepada Marsha yang masih duduk. Dengan malu-malu Marsha pun ikut mengulurkan
tangannya menggapai tangan pria dihadapannya.
***
Monas, Jakarta
pkl 00.00
Suasana Monas terlihat begitu
meriah. Kerlap-kerlip lampu kota menerangi jalanan disekitar jalan ibu kota
yang kini dibanjiri oleh ribuan orang pengunjung ditemani dengan percikan-percikan
api petasan yang berhamburan berwarna-warni dilangit. Suara khas terompet saling
bersahutan satu sama lain. Teriakan Happy New Year terdengar jelas dimana-mana.
Bintang-bintang dan Bulan yang bersinar dilangit seakan-akan tidak ingin
ketinggalan melihat kemeriagan perayaan menyambut tahun baru malam ini.
“Hhuaa,
indahnyaaaaa.....”, ucapan kagum tersebut berasal dari seorang gadis yang kini
menatap senang kearah hamburan petasan yangberwarna – warni. Kedua bibirnya
terus saja berucap rasa kagum bagaikan seorang yang baru pertama kali merayakan
tahun baru diluar rumah.
“hei Nona, apa
kau baru pertama kali merayakan new year eve disini?”. Gadis yang
ditanya pun mengangguk sebagai jawaban pertanyaan seirang pria yang juga
menatap objek yang sama.
“pantas saja”,
lanjut pria itu membuat gadis yang sedang memegang kembang gula mengalihkan
pandangannya dan menoleh kearah pria disampingnya.
“maksudmu
pantas apanya?”, tanya gadis tersebut penasaran.
“pantas saja
kau bersikap norak”.
“biarin!”,
celetuk gadis itu dan langsung memasukan makanan manis berwarna pink kedalam
mulutnya.
“oiya aku mau
bilang terima kasih”.
“terima kasih
untuk apa?”, tanya pria tersebut menyipitkan kedua matanya.
“terima kasih
untuk emm... ini”, gadis itu menunjukkan kembang gulanya yang telah dibelikan
oleh pria tersebut. pria aneh itu membelikannya saat mereka berdua memilih
petasan.
“anggap saja
itu sebagai hadiah pertemuan kita. Oiya kita belum sempat berkenalan. By the
way siapa namamu?”
“untuk apa
kita berkenalan. Lagi pula kita tidak akan bertemu lagi”
“jika kita
bertemu lagi, gimana?”
“tidak. tidak
akan ketemu”, jawab gadis tersebut yang beranggapan tidak akan bertemu karena
esok pagi ia akan pindah dari kota ini. Mendengar jawaban yang begitu lantang
dari gadis didepannya membuat pria tersebut
mengernyitkan dahinya. Kedua bola matanya terus saja menatap seorang gadis
yang baru saja ia temui beberapa jam yang lalu
“kenapa kau
selalu menatapku seperti itu? kau menginginkan ini?”, tanya Marsha menunjukan
suapan kembang gula yang terakhir.
“tidak, gigi
ku bisa sakit jika memakannya”.
“baguslah.
Lagi pula aku juga tidak berniat memberikan ini padamu”. Marsha pun langsung
mencaplok habis kembang gulanya dan menyerahkan plastik bungkusan kembang gula
kepada pria yang masih menatapnya.
“kenapa kau
memberikan ku ini. Kau bisa kan membuangnya sendiri”
“Aku tidak
menyuruhmu membuangnya”
“lalu?”
“simpanlah!.
Jika suatu hari nanti kita bertemu lagi dan kau masih menyimpan plastik itu
maka aku akan memberitahumu nama asli ku”
“okey, aku akan simpan dan akan ku tunggu hari
itu, gadis kembang gula”
“gadis kembang
gula?”
“kenapa? Kau
tidak suka aku memanggilmu dengan panggilan itu?”
“aku suka,
secara tidak langsung kau memnggilku gadis manis karena kembang gula itu
rasanya manis”
“Cih, kau
bahkan sama sekali tidak manis. Emm.. bagaimana kalau ‘Ratu Lonely’? yup,
sepertinya itu cock untukmu. Ra-tu Lo-ne-ly”
“jika kau
memanggiku dengan panggilan itu maka aku akan memanggil mu pria aneh?
Tidak-tidak jangan pria aneh itu terlalu menstrim. Emm.. ‘Raja Galau’. Itu
sepertinya pantas untukmu. Ra-ja Ga-lau”
“thanks for
today, Ratu Lonely. Karena mu aku tidak lagi galau and HAPPY NEW YEAR”
“thanks for
today, Raja Galau. Kerena mu aku tidak lagi kesepian and HAPPY NEW YEAR”
Kedua insan
tersebut saling menunjukan senyuman manisnya. Saling terdiam, sibuk dengan
pikiran mereka. Menatap dalam kedua bola pasang mereka. Membiarkan kedua
matanya saling berbicara. Kedua hati mereka yang berharap dapat bertemu lagi
setelah pertemuan pertamanya saat ini.
***
Yogyakarta, ya itulah kota yang saat
ini Marsha tempati. Keramaian para pendagang terlihat disepanjang perjalanannya
menuju sekolah berunya. Keramain yang membuatnya teringat akan keramaian pada
malam tahun baru saat ia bertemu dengan pria asing yang bererapa hari ini telah
memenuhi pikiran dan hatinya. Hatinya terus saja memintanya untuk menemui pria
asing tersebut tetapi sayang sekali ia sama sekali tak mengetahui dimana pria
itu berada.
“hei Raja
Galau, cepatlah keluar dari otakku kenapa kau terus didalam pikiranku”. Ucap
Marsha sambil melangkahan kaki memasuki gedung sekolah barunya. Ia menundukan
kepalanya yang ia pukuli dengan tangannya sendiri berharap pikirannya mengenai
pria yang ia rindukan akan cepat musnah.
BUKKK..
Bagaikan
mendengar permohonan Marsha, Tuhan menjatuhkan seorang pria tinggi dihadapan
Marsha. Seorang pria yang ia panggil dengan sebutan Raja Galau.
“Kau Ratu
Lonely?”
“dan kau Raja
Galau?”
“kenapa kau
ada disini?”
“dan kenapa
pula kau ada disini?”
“hei Nona
jawablah pertanyaanku bukan mengkopi pertanyaanku”
“aku tidak
mengkopi pertanyaan mu tapi itulah jawaban ku”.
Pria dan gadis
tersebut langsung terdiam lalu tersenyum dan kemudian tertawa bersamaan
menyadari ucapan-ucapan mereka yang sama persis seperti saat mereka pertama
kali bertemu.
“Hahaha.. ini
seperti de javu”, ucap gadis tersebut diiringi tawanya yang renyah.
“Hahaha.. ya
kau benar. Emm.. jadi apa yang lakukan disini?”
“ini sekolah
baru ku. Tunggu! Jangan bilang kau juga sekolah disini”, jawab Marsha yang
langsung memperhatikan seregam yang dikenakan oleh pria dihadapannya sama
dengan sereagam yang ia kenakan.
“yap, seperti
yang kau lihat.”
“bukankah kau
tinggal di Jakarta?”
“saat itu aku
sedang liburan”. Marsha hanya bisa mematung mendengar jawaban pria dihadapannya
yang tiba-tiba mengelurkan sebuah plastik pembungkus kembang gula yang pernah
ia berikan.
“Lalu siapa
nama asli mu, Ratu Lonely?”
Kini Marsha tidak dapat bersuara
lagi, ia benar-benar terkejut sekaligus senang dapat bertemu dengan Raja
Galau-nya. Kedua matanya tak berkedip sama sekali menatap pria tersebut tak
percaya dapat melihatnya kembali yang seperti sebuah mimpi disiang bolong.
Tuhan terima kasih, kau telah
mengeluarkan pria ini dari otakku dan mengizinkan diriku untuk menatap dirinya
kembali.
-The End-
Judul : The Stranger At Monas
words : 3.393