Tuesday, December 31, 2013

The Stranger At Monas


“pokoknya gue mau malam ini kita nonton! Titik!”
“gak, gue gak setuju mendingan kita karokean aja!”
“nonton sama karokean udah basi lebih baik kita ngadain barbeque party itu lebih asikkk!”
“gak gue gak mau! pokoknya NONTON!”
“KAROKEAN!”
“BARBAQUE PARTY!”
“NONTON!”
“KAROKEAN!”
“BARBEQUE PARTY!”
                        Teriakan-teriakan tersebut terus terdengar disebuah cafe. Kedua bola mata semua pengunjung cafe mendelik memperhatikan kelakuan empat orang gadis yang duduk di pojok ruangan cafe. Ketiga dari gadis tersebut terus saja berteriak mengeluarkan keinginan mereka untuk merayakan malam tahun baru yang akan berlangsung pada malam ini. Sementara seorang gadis yang duduk dihadapan mereka hanya menggeleng-gelengkan kepalanya, mengelus keningnya yang terasa pening mendengar adu mulut yang terjadi diantara ketiga sahabatanya. Hatinya mendumel menyadari betapa childishnya sifat dari sahabat yang ia miliki.  Ketiga sahabat yang telah ia kenal sejak ia duduk di masa sekolah menengah pertama. Sudah hampir lima tahun mereka bersama dan membuat mereka mengenal satu sama lain. Moment-moment yang menyenangkan terus terjadi saat mereka berkumpul bersama, tak hanya menyenangkan bahkan menyedihkan pun juga ada saat keadaan menyuruh mereka untuk bersekolah disekolah yang berbeda dan membuat mereka jarang bertemu. Tak hanya itu  banyak sekali perbedaan diantara mereka tapi hal itu tidak membuat persahabatan yang mereka miliki menjadi  buyar. Gadis yang masih mengelus-elus keningnya bersyukur karena walaupun mereka berbeda sekolah dan jarang sekali bertemu tetapi mereka masih sering menghabiskan weekend bersama. Dari bercerita gebetan mereka, menggosip temen sekelas, cowok-cowok ganteng disekolah mereka sampe menyombongkan keahlian idola yang mereka miliki selalu menjadi topik utama yang akan mereka bahas saat berkumpul. Dari yang tertawa lepas, bercanda ria sampe yang menangis gara-gara baru putus dari pacarnya yang selalu menyelimuti eksperesi mereka saat berkumpul. Terkadang rasa jenuh pun timbul di hati gadis ini disaat  sikap egois diantara mereka yang sering muncul  dan tidak pernah hilang selalu saja mempertahankan kehendaknya sendiri seperti sekarang ini.
                        Kapan sih mereka akan dewasa dan  mau mengalah? Selalu saja berdebat!.
             ucap gadis tersebut berdumel didalam hatinya dan berharap sikap kekanak-kanakan mereka akan cepat hilang.  
            Guys, please stop!. Kalian telah mengganggu pengunjung cafe ini!”.
            Ucap gadis tersebut dengan lantang yang sudah tidak tahan mendengar ocehan-ocehan sahabatnya. Seketika suasana disekitar yang tadinya ramai menjadi hening. Ketiga sahabatnya terdiam memandangi satu sama lain dan sedetik kemudian mereka menolehkan kepalanya keseluruh pandangan cafe yang langsung bergidik ngeri mendapati tatapan tajam dari para pengunjung cafe.
“Laura, aku tidak setuju dengan usulmu. Kita sudah terlalu sering menonton bahkan hampir sebulan sekali kita nonton bersama”, ucap gadis itu menatap gadis yang paling tua diantara mereka.
“aku juga sama sekali tidak menyetujui idemu, Merry. Kau lupa minggu lalu kita telah karokean?”, ucapnya lagi sambil menatap sahabatnya yang selalu berpenampilan tomboy yang memiliki hobi bernyanyi.
“sama seperti Laura dan Merry, aku juga tidak setuju dengan idemu, Bunga. Bukankah malam tahun baru kemarin kita telah merayakannya dengan pesta barbeque?”, lanjutnya lagi dengan memandang sahabatnya yang berpenampilan tiga ratus enam puluh derajat berbeda dari penampilan Merry. Bunga, gadis yang selalu berpenampilan feminim dengan rambutnya yang panjang yang selalu ia gerai dan menghiasinya dengan sebuah pita cantik berwarna merah cerah.
“lalu kau ingin merayakannya dimana, Marsha?”, celetuk bunga dengan raut muka yang kesal karena idenya tidak diterima.
“aku tidak akan merayakannya. Ada sesuatu hal yang lebih penting yang ingin ku katakan”, jawab gadis yang memiliki nama Marsha dengan lirih.
“apa lo ingin bilang kalo lo akan ngerayain malam tahun baru malam ini dengan temen-temen baro lo dan melupakan kita?”
Marsha pun menggeleng mendengar ucapan sinis dari Laura yang juga ikutan kesal dengannya.
“aku ingin bilang kalo besok aku akan keluar kota dan sepertinya aku akan menetap disana sampai aku lulus SMA”
Ketiga sahabatnya langsung saling menatap tak percaya, kaget dengan pernyataan Marsha yang mendadak jika salah satu sahabatnya akan meninggalkan mereka.
“kenapa lo baru bilang sekarang, Sha?”. Merry yang masih terkejut bertanya dengan dibumbui rasa emosi tak terima jika sahabatnya pergi.
“bagaimana aku bisa bilang jika dari tadi kalian terus saja berteriak dan mengoceh seperti anak kecil?”. Mendengar jawaban Marsha ketiga sahabatnya langsung terdiam merenungi kesalahan mereka yang memang selama ini mereka masih bertingkah seperti anak kecil.
“Maaf, jika aku menghancurkan rencana kita untuk merayakan malam tahun bersama. Anggap saja pertemuan kita ini sebagai perayaannya sekaligus pertemuan terakhir kita karena mungkin kita bakalan ga ketemuan dalam jangka waktu panjang”, ucap Marsa berusaha tegar dihadapan sahabat-sahabatnya.
“lo lagi bercanda kan, Sha?”, tanya Laura yang kini menitikan air matanya dan untuk kedua kalinya Marsha menggelangkan kepalanya.
“aku ngga bercanda Laura, aku bahkan udah packing dan besok pagi tinggal berangkat”
“ko lo tega sih ninggalin kita!”
“sekali lagi maaf. Jangan nangis dongggg. Kita kan masih bisa telfon – telfonan, SMS-an, BBM-an, ada email pula jadi walaupun aku ninggalin kalian persahabatan kita akan tetep berjalan”
“tapi kan sama aja, Sha kita gak bakalan bisa hang-out bareng lagi, nonton bareng, karokean bareng, ceritain cowo-cowo kece disekolah, pokoknya masih banyak lagi yang kita ga bisa lakuin kalo kamu ninggalin kita”, protes Bunga.
“kalian tenang aja, pas nanti liburan kenaikan kelas aku pasti nemuin kalian ko. oiya aku juga mau ngucapin terima kasih banyak sama kalian karena kalian semua udah jadi sahabat terbaik aku. Pokoknya best of the best deh untuk kalian”, ucap Marsha yang diakhiri senyuman manisnya.
Ketiga sahabatnya tersebut juga ikutan tersenyum memandangi sahabatnya yang selalu jadi penengah jika ketiga dari mereka sama-sama tidak mau mengalah, yang selalu bersikap dewasa disaat sahabatnya bertingkah laku seperti anak kecil, yang selalu setia mendengarkan curhatan mereka yang tak pernah kunjung habis dan yang sudah mereka anggap sebagai saudara kandung sendiri satu sama lain.
“okey guys, its 5 pm i have to back home. Jaga diri kalian baik-baik pokoknya pas aku balik sifat childish kalian harus udah punah, hehe.. untuk Laura semoga aktor favorit mu, Shia LeBouf akan cepat-cepat terima tawaran film baru supaya kau tidak terus-terusan menonton film robotmu itu, Transformer. Untuk Merry semoga penyanyi idola mu, Zayn Javad Malik akan membatalkan pernikahannya dengan Perrie dan segera terbang ke Indonesia lalu melamarmu walaupun aku tahu itu tak mungkin terjadi. Untuk Bunga yang cantik semoga mantanmu, Dave akan menyadari betapa menyesalnya dia telah meninggalkan sahabatku yang cantik ini”
Ketiga gadis yang duduk dipojok ruangan cafe tertawa mendengar ucapan Marsha dan hanya Merry lah yang cemberut memanyunkan kedua bibrnya tak setuju dengan ucapan sahabatnya yang sebentar lagi akan meninggalkan mereka.
“Hei Merry, aku hanya bercanda. Seharusnya kau bilang Amin. Mungkin saja suatu saat nanti Zayn Malik benar – benar akan datang dan melamarmu dan satu lagi HAPPY NEW YEAR! Good bye my best of the best friends. Aku sayang kalian”
Marsha pun memeluk ketiga sahabatnya yang sebentar lagi akan ia tinggalkan. Pelukan perpisahan tersebut hanya berlangsung beberapa menit. Gadis yang memiliki nama lengkap Marsha Aulia langsung bangkit dari tempat duduknya melangkahkan kakinya menuju pintu keluar cafe tersebut. Benteng pertahannya pun runtuh, air matanya langsung mengalir saat ia telah berada diluar cafe yang selam ini telah menjadi best camp untuk berkumpul dengan sahabatnya. Sementar ketiga sahabatnya terus memandang kepergian sahabat terbaiknya. Mereka terus menyeka air matanya seiring dengan langkahan kaki Marsha yang semakin lama semakin jauh.

                                                                        ***
            Detik demi detik, menit demi menit terus berlalu mendekati pergantian malam tahun baru. Kedua bola mata hitam yang pekat milik seorang gadis yang kini sedang berdiri tmemandangi tugu yang berdiri tegak setinggi 132 meter. Monas, ya itulah yang saat ini menjadi objek pandangannya. Kerlap-kerlip lampu kota memperindah suasana malam tahun baru. Gadis itu terus saja memandangi objek utamanya menantikan pergantian tahun beru. Pendangannya menyapu ke ribuan orang yang membanjiri daerah sekitar Monas seperti sebuah lautan. Matanya melihat kesekeliling sekitarnya, mendapati tangisan seorang anak kecil yang merengek pada ibunya meminta dibelikan kembang api. Seorang pria dan wanita seumurannya yang sedang bergandengan tangan mesra, seorang ayah yang sedang mengejar istri dan anaknya yang berlarian kecil, dan kakek nenek yang juga ikut merayakan seperti tidak ingin ketinggalan moment-moment dipengujung tahun. Gadis tersebut berdecak kesal karena hanya dialah yang seorang diri seperti sebatang kara. Tidak ingin rasa keiriannya semakin memuncak akhirnya gadis itu memutuskan untuk meninggalkan tempat yang kini mulai ramai dengan para pengunjung.
“Huh, seharusnya malam ini aku bisa merayakannya dengan sahabatku. Tak seperti sekarang bagaikan orang ilang ditengah keramaian kota Jakarta. Andai saja mereka bisa mengalah dan kenapa juga aku terlalu emosi seandainya aku bisa lebih bersabar mungkin sekarang aku bisa tertawa bersama dengan mereka. Huft menyebalkan!”. Beriringan dengan langkahan kakinya gadis itu terus mendumel mengingat kejadian di cafe menyesali keputusannya saat ia meninggalkan sahabatnya..
“Apa mungkin nasibku seperti kaleng ini. Sendirian ditengah jalan?”. Langkahannya terhenti ketika kaki kanannya hampir mengenai permukaan kaleng minuman yang saat ini ia tatap.
Tuingggg...
Sedetik kemudian karena saking kesalnya gadis yang menyandang nama Marsha itu langsung menenendang kaleng kosong tersebut dan melanjutkan langkahannya.
“Hei Nona, kau menjatuhkan ini dikepalaku bukan lebih tepatnya kau melemparkan kaleng ini dan mengenai kepala ku”
            Tiba-tiba dari arah seberang jalan seorang pria berjaket biru mendatangi Marsha. Sebelah tangan kanan pria tersebut mengelus-elus kepalanya sementara tangan kirinya menyodorkan kaleng minuman tepat di depan mata gadis tersebut. Marsha terdiam memandangi kaleng yang dipegangi pria tak kenal tersebut. ya kelang itu kelang yang ia telah tendang beberapa menit yang lalu.
“kenapa kau diam saja? Kau kan yang melemparkan ini?”
“tidak aku tidak melemparkannya”.
“kalo bukan ulah mu lalu ulah siapa?. Tak ada orang disekitar sini”.
“aku juga tidak bilang itu bukan ulah ku dan kau salah karena aku menendangnya bukan melemparkannya”, ucap Marsha dengan wajah polos.
“itu sama saja No..naaa...”, ucap pria tersebut dengan nada sedikit frustasi mengelus kepalanya dengan kesal.
“Auu....”, pria itu meringis kesakitan. Rasa sakit di kepalanya bukannya menghilang tetapi malah bertambah sakit. Sementara gadis yang berada di hadapan pria tersebut menutupi mulutnya meredamkan rasa gelinya menertawakan tingkah laku pria yang telah menjadi korban tendangan mautnya.
“kenapa kau menatapku seperti itu?”, tawa Marsha pun lenyap saat ia menyadari pria tersebut menatapnya dengan tatapan aneh. Melihat kesekelilingnya lalu menatapnya lagi.
“jangan bilang kau mau berbuat macam-macam dengan ku?”
“siapa juga yang ingin berbuat macam-macam dengan gadis pendek seperti mu”, jawab pria tersebut mendekatkan tubuhnya kearah gadis didepannya mengukur kepala gadis tersebut yang hanya mencapai dagu pria tersebut.
“lalu kenapa kau menatapku seperti itu?”, ucap Marsha uang menjauhkan diri dari pria aneh di hadapannya.
“emm, apakah kita memiliki nasib yang sama?”
“nasib yang sama? Maksudmu?”
“lihatlah kau datang ketempat ini sendirian kan?, aku pun juga datang sendirian jadi kita senasib”
“tidak. aku tidak sendirian”, ucap Marsha berbohong. Pria aneh itu mengernyitkan dahinya tak percaya dengan jawaban Marsha.
“lalu kau datang dengan siapa?”
“aku datang dengan siapa itu bukan urusan mu. Sudah sana kau pergi! Dasar pria aneh!”
“aku tahu kau bohong kan? Sudahlah mengaku saja kau sendirian karena dari tadi tidak ada orang yang menyapa mu”, pria itu tersenyum licik menatap Marsha.
“aku datang bersama adik ku. Itu adik ku”, Marsha langsung melambaikan tangannya dan tersenyum ramah kepada gadis kecil diseberang jalan tetapi bukannya senang  gadis kecil itu malah menangis ketakutan melihat Marsha.
“kau lihat itu dia menangis. Hahaha... mana ada seorang adik yang menangis jika kakaknya bertingkah baik”, ledek pria tersebut yang mengetahui kebohongan Marsha.
            Ya tuhan kenapa dihari terakhir tahun ini Kau menemui ku dengan  pria yang super aneh ini, gerutu Marsha di dalam hati. Marsha pun melanjutkan langkahannya meninggalkan pria aneh yang masih tertawa atas kebohongannya.
“jadi aku benar kan kalo kau sendirian?”, Pria itu bukannya meninggalkan Marsha tetapi ia malah mengikuti langkahan kaki Marsha.
“kalo aku sendirian memangnya kenapa? Lagi pula kau juga sendirian”, ucap Marsha mencibir tak mau kalah dengan pria aneh yang sedang meledeknya.
“lalu kenapa kau sendirian disini?”
“lalu kenapa kau juga sendirian disini?”
“hei Nona jawablah pertanyaanku bukan mengkopi pertanyaanku”
“aku tidak mengkopi pertanyaan mu tapi itulah jawaban ku”.
Marsha pun menghentikan langkahannya karena percuma saja walaupaun ia terus melangkah pria disebelahnya pasti akan mengikutinya terus. Dengan amat terpaksa gadis itu duduk di tepi trotoar, meluruskan kedua kakinya. Dan benar saja pria itu juga mengikuti apa yang dilakukan oleh gadis disebelahnya. Marsha menghela napas panjang, pria itu mengikuti menghela napas panjang. Marsha memukul kedua lututnya, pria itu pun juga memukul kedua lututnya.
“hei, kau mengkopi gerakan ku!”, ucap Marsha kesal.
“aku tidak mengkopi gerekanmu aku memang ingin melakukannya”.
Marsha hanya bisa terdiam menatap pria asing disebelahnya yang entah tak tahu dari mana asalnya.
“baiklah aku akan berhenti mengikuti gerakan mu jika kau menjawab pertanyaan ku tadi”.
“aku sudah lupa dengan pertanyaan mu”.
“tenang saja aku akan mengulanginya. Jadi, kenapa kau disini sendirian?”
“jawabanku aku disini tidak sendirian aku bersama pria teraneh yang pernah kutemui di planet ini”, jawab Marsha dengan nada yang ketus.
Untuk kedua kalinya pria itu mengjabak rambutnya dengan kesal dan kedua kalinya mendengar jawaban yang membuatnya frustasi dari gadis disampingnya.
“maksud pertanyaanku kenapa kau sendirian disini sebelum pria aneh itu datang?”
“emm, seharusnya aku merayakan malam ini bersama sahabatku tapi karena mereka tak mau mengalah jadi aku merayakannya sendirian di tempat ini”. Pria tersebut menganggukan kepalanya mendengarkan jawaban atas pertanyaannya.
“oh begitu”.
“lalu kenapa kau datang kesini sendirian?”
“hahaha... kau penasaran ya? Ku kira kau tak akan penasaran”
“aku sama sekali tidak penasaran. Hanya ingin tahu saja jika kau tak ingin menjawabnya tak masalah bagi ku”, ucap Marsha kesal merasa telah dicurangi.
“baiklah aku akan menjawabnya, emm.. sudah seminggu yang lalu aku telah merencanakan perayaan malam tahun baru ini di Monas dengan pacar ku tapi sayangnya tadi siang kita bertengkar dan yahhh, we broke up”, mendengar jawaban dari pria aneh tersebut membuat Marsha menjadi simpati padanya.
“so poor you are, jadi ceritanya saat ini kau sedang galau?  Haha.. ternyata pria aneh seperti mu juga bisa galau”.
“maybe...”, balas pria tersbut dengan nada yang lirih dan mengangkat kedua bahunya.
“tunggu! Bukankah seseorang akan memilih tempat yang sunyi sepi untuk bergalau? Seperti sahabatku yang akan mengurung dirinya di dalam kamarnya seharian suntuk. Tapi, kenapa kau memilih tempat yang ramai?. Ckck... benar–benar pria aneh”
“kaulah yang aneh Nona... jika kita memilih tempat sepi dan sunyi untuk bergalau. Kegalauan kita bukannya menghilang tetapi akan semakin memuncak”.
“benarkah seperti itu?”, dengan tampang yang polos Marsha menanyakannya dan pria tersebut langsung menganggukan kepalanya.
“jika kau tidak percaya coba saja”
“baiklah aku akan coba saran darimu, pria aneh a.k.a Raja Galau. Hahaha...”
“dan seharusnya kau bersyukur karena dengan aku memilih tempat ini kau jadi tidak sendirian lagi. Mungkin saja kau akan sendirian jika aku tidak datang”, ucap pria aneh tersebut dengan menunjukan senyum jahilnya.
“aku tidak meminta mu untuk menemani ku lagi pula kau sendiri kan yang mengikutiku jadi kau lah yang sepatutnya bersyukur”
“kau Nona!”
“bukan aku tapi kaulah”
“Kau!”
“Kau!”
Kedua insan tersebut terus saja berteriak mengelurkan kata ‘Kau’ dengan jari telunjuknya yang saling menunjuk satu sama lain. Mereka berdua bagaikan sepasang anak kecil yang memperebutkan mainan lollypop.
“huh, sudahlah berdebat dengan mu tak akan habis”, ucap Pria aneh tersebut yang mengalah.
“siapa suruh, lagi pula kaulah yang memulainya”.
“oiya aku hampir lupa jam berapa sekarang?”
“jam sebelas lewat lima belas menit. Kenapa memangnya?”
“tinggal empat puluh lima menit lagi. Emm.. bagaimana jika kita merayakan tahun baru ini berdua?”, ajak pria aneh tersebut dengan sedikit ragu.
“berdua? Maksudmu kau dan aku?”
“ya tentu saja. Sudahlah aku tahu kau menginginkannya?”
“emmm, baiklah kurasa berdua lebih baik jika sendirian”
“ayo ikut aku! Kita beli kembang api”, pria aneh tersebut bangun dari duduknya dan mengulurkan tangan kanannya kepada Marsha yang masih duduk.  Dengan malu-malu Marsha pun ikut mengulurkan tangannya menggapai tangan pria dihadapannya.
***
Monas, Jakarta pkl 00.00
            Suasana Monas terlihat begitu meriah. Kerlap-kerlip lampu kota menerangi jalanan disekitar jalan ibu kota yang kini dibanjiri oleh ribuan orang pengunjung ditemani dengan percikan-percikan api petasan yang berhamburan berwarna-warni dilangit. Suara khas terompet saling bersahutan satu sama lain. Teriakan Happy New Year terdengar jelas dimana-mana. Bintang-bintang dan Bulan yang bersinar dilangit seakan-akan tidak ingin ketinggalan melihat kemeriagan perayaan menyambut tahun baru malam ini.
“Hhuaa, indahnyaaaaa.....”, ucapan kagum tersebut berasal dari seorang gadis yang kini menatap senang kearah hamburan petasan yangberwarna – warni. Kedua bibirnya terus saja berucap rasa kagum bagaikan seorang yang baru pertama kali merayakan tahun baru diluar rumah.
“hei Nona, apa kau baru pertama kali merayakan new year eve disini?”. Gadis yang ditanya pun mengangguk sebagai jawaban pertanyaan seirang pria yang juga menatap objek yang sama.
“pantas saja”, lanjut pria itu membuat gadis yang sedang memegang kembang gula mengalihkan pandangannya dan menoleh kearah pria disampingnya.
“maksudmu pantas apanya?”, tanya gadis tersebut penasaran.
“pantas saja kau bersikap norak”.
“biarin!”, celetuk gadis itu dan langsung memasukan makanan manis berwarna pink kedalam mulutnya.
“oiya aku mau bilang terima kasih”.
“terima kasih untuk apa?”, tanya pria tersebut menyipitkan kedua matanya.
“terima kasih untuk emm... ini”, gadis itu menunjukkan kembang gulanya yang telah dibelikan oleh pria tersebut. pria aneh itu membelikannya saat mereka berdua memilih petasan.
“anggap saja itu sebagai hadiah pertemuan kita. Oiya kita belum sempat berkenalan. By the way siapa namamu?”
“untuk apa kita berkenalan. Lagi pula kita tidak akan bertemu lagi”
“jika kita bertemu lagi, gimana?”
“tidak. tidak akan ketemu”, jawab gadis tersebut yang beranggapan tidak akan bertemu karena esok pagi ia akan pindah dari kota ini. Mendengar jawaban yang begitu lantang dari gadis didepannya membuat pria tersebut  mengernyitkan dahinya. Kedua bola matanya terus saja menatap seorang gadis yang baru saja ia temui beberapa jam yang lalu
“kenapa kau selalu menatapku seperti itu? kau menginginkan ini?”, tanya Marsha menunjukan suapan kembang gula yang terakhir.
“tidak, gigi ku bisa sakit jika memakannya”.
“baguslah. Lagi pula aku juga tidak berniat memberikan ini padamu”. Marsha pun langsung mencaplok habis kembang gulanya dan menyerahkan plastik bungkusan kembang gula kepada pria yang masih menatapnya.
“kenapa kau memberikan ku ini. Kau bisa kan membuangnya sendiri”
“Aku tidak menyuruhmu membuangnya”
“lalu?”
“simpanlah!. Jika suatu hari nanti kita bertemu lagi dan kau masih menyimpan plastik itu maka aku akan memberitahumu nama asli ku”
 “okey, aku akan simpan dan akan ku tunggu hari itu, gadis kembang gula”
“gadis kembang gula?”
“kenapa? Kau tidak suka aku memanggilmu dengan panggilan itu?”
“aku suka, secara tidak langsung kau memnggilku gadis manis karena kembang gula itu rasanya manis”
“Cih, kau bahkan sama sekali tidak manis. Emm.. bagaimana kalau ‘Ratu Lonely’? yup, sepertinya itu cock untukmu. Ra-tu Lo-ne-ly”
“jika kau memanggiku dengan panggilan itu maka aku akan memanggil mu pria aneh? Tidak-tidak jangan pria aneh itu terlalu menstrim. Emm.. ‘Raja Galau’. Itu sepertinya pantas untukmu. Ra-ja Ga-lau”
“thanks for today, Ratu Lonely. Karena mu aku tidak lagi galau and HAPPY NEW YEAR”
“thanks for today, Raja Galau. Kerena mu aku tidak lagi kesepian and HAPPY NEW YEAR”
Kedua insan tersebut saling menunjukan senyuman manisnya. Saling terdiam, sibuk dengan pikiran mereka. Menatap dalam kedua bola pasang mereka. Membiarkan kedua matanya saling berbicara. Kedua hati mereka yang berharap dapat bertemu lagi setelah pertemuan pertamanya saat ini.
***
            Yogyakarta, ya itulah kota yang saat ini Marsha tempati. Keramaian para pendagang terlihat disepanjang perjalanannya menuju sekolah berunya. Keramain yang membuatnya teringat akan keramaian pada malam tahun baru saat ia bertemu dengan pria asing yang bererapa hari ini telah memenuhi pikiran dan hatinya. Hatinya terus saja memintanya untuk menemui pria asing tersebut tetapi sayang sekali ia sama sekali tak mengetahui dimana pria itu berada.
“hei Raja Galau, cepatlah keluar dari otakku kenapa kau terus didalam pikiranku”. Ucap Marsha sambil melangkahan kaki memasuki gedung sekolah barunya. Ia menundukan kepalanya yang ia pukuli dengan tangannya sendiri berharap pikirannya mengenai pria yang ia rindukan akan cepat musnah.
BUKKK..
Bagaikan mendengar permohonan Marsha, Tuhan menjatuhkan seorang pria tinggi dihadapan Marsha. Seorang pria yang ia panggil dengan sebutan Raja Galau.
“Kau Ratu Lonely?”
“dan kau Raja Galau?”
“kenapa kau ada disini?”
“dan kenapa pula kau ada disini?”
“hei Nona jawablah pertanyaanku bukan mengkopi pertanyaanku”
“aku tidak mengkopi pertanyaan mu tapi itulah jawaban ku”.
Pria dan gadis tersebut langsung terdiam lalu tersenyum dan kemudian tertawa bersamaan menyadari ucapan-ucapan mereka yang sama persis seperti saat mereka pertama kali bertemu.
“Hahaha.. ini seperti de javu”, ucap gadis tersebut diiringi tawanya yang renyah.
“Hahaha.. ya kau benar. Emm.. jadi apa yang lakukan disini?”
“ini sekolah baru ku. Tunggu! Jangan bilang kau juga sekolah disini”, jawab Marsha yang langsung memperhatikan seregam yang dikenakan oleh pria dihadapannya sama dengan sereagam yang ia kenakan.
“yap, seperti yang kau lihat.”
“bukankah kau tinggal di Jakarta?”
“saat itu aku sedang liburan”. Marsha hanya bisa mematung mendengar jawaban pria dihadapannya yang tiba-tiba mengelurkan sebuah plastik pembungkus kembang gula yang pernah ia berikan.
“Lalu siapa nama asli mu, Ratu Lonely?”
            Kini Marsha tidak dapat bersuara lagi, ia benar-benar terkejut sekaligus senang dapat bertemu dengan Raja Galau-nya. Kedua matanya tak berkedip sama sekali menatap pria tersebut tak percaya dapat melihatnya kembali yang seperti sebuah mimpi disiang bolong.
            Tuhan terima kasih, kau telah mengeluarkan pria ini dari otakku dan mengizinkan diriku untuk menatap dirinya kembali.




-The End-

Judul : The Stranger At Monas
words : 3.393