Friday, May 8, 2015

Sekolah....?


Sekolah....?
Hyyyyy!!!! *jerit histeris*
ya ampun udah lama banget ga ngepost. Biasalah beban pelajar yang paling atas tingkatannya. sibuk banget sama yang namanya tugas akhir dan segala test yang beremembel - embel (?) ujian. Pas setelah ujian Nasional mungkin bisa ngerasaan udara bebas ehh gatau nya malah semakin hilang udaranya. setiap hari dijejelin soal SBM. udah ah~ gamau ngeluh mulu.
oiya mau tau engga besok pengumuman SNMPTN lhoo.. dari tadi tuh bulak - balik buka kulkas minum air dingin buat ngilangin deg - degan. tapi yang ada malah kembung. (loh ko malah jadi curhat ). Yaudah deh ~ pokoknya Bagi yang membaca 'blog ini' doain saya ya semoga bisa diterima di PTN yang saya idam- idamkan.
Post-an kali ini masih sama dengan post sebelumnya yaa berisikan cerpen - cerpen amatir yang saya buat.
Walaupun cerpemmya fiksi tapi secara keseluruhan ini seperti yang saat alami di SMA. Termasuk guru - guru yang ada di cerpen ini memang beneran ada. Sekedar info cerpen ini pernah saya ikutkan di lomba #KenapaSekolah dan harus bersaing dengan 635 naskah. Tapi ternyata tidak berjodoh .-. ( tuh kan curhat lagi ).
So, this is.... Sekolah...?



Sekolah....?
 


          “Mom, apakah kau lihat buku jurnal ku?”, tanyaku sedikit berteriak kepada mama ku yang mungkin saat ini sedang sibuk dengan celemak dan peralatan masaknya.
          “Kau coba cari saja sendiri. Kau tidak mau kan sarapan mu berwarna hitam”, jawabnya yang tidak membantu sama sekali.
          “bisakah kau mengingat terakhir kali meletakkannya?”, tanya ku lagi yang mulai kesal dengan kebiasaaan beliau yang selalu merapikan kamar ku namun selalu lupa dimana ia meletakan barang - barang ku. Dan bodohnya aku selalu malas untuk membereskan kamar, alhasil ya seperti inilah. Sudah setengah jam aku sibuk mencarinya namun hasilnya nihil dan tak ada tanda – tanda balasan daari mama ku.
          “Bisa gila aku jika tidak menemukannya. Kenapa juga aku  menyelipkan kertas kerangka essay ku di buku tersebut. Bodoh... bodoh! c’mon jurnal perlihatkan batang hidung mu”.
          “Zyan, cepat turun sarapannya sudah siap!”
          Ku hiraukan teriakan mama dan terus mencari objek yang masih belum terlihat. Ku hentikan pencarian ku. Diam sejenak, mencoba mengingat bagian mana yang belum diperiksa. Meja belajar, tempat tidur, kolong tempat tidur, bawah bantal sudah ku geledah tapi tetap saja tak ada. Haruskah aku mencarinya di kloset?
          Tunggu! masih tersisa satu tempat lagi. Tumpukan novel. Mata ku menyapu ke sudut ruangan mencari titik keberadaan benda tersebut.
          I found you, Haha...”, ucapku setengah gembira melihat buku bersampul ungu yang terselip diantara tumpukan koleksi novel tebal ku. Bak orang yanng dendam, ku tarik paksa buku tersebut dan membuat tumpukan tersebut bagaikan menara yang kehilangan keseimbangan. Buukkk...
          Ku ambil satu persatu hamparan novel tebal yang kini telah mulai memudar, memisahkannya berdasarkan ukuran. Namun ada satu novel yang memiliki ukuran tersendiri. Saat ku lihat cover nya ternyata itu bukanlah koleksi novel ku melainkan buku tahunan sekolah ku yang sudah tebal akan debu – debu halus. Ku tatap cover buku tersebut lebih lama, memandang barisan yang dibuat oleh angkatan ku membentuk angka dari nama sekolah ku. 66.
          Berlahan - lahan ku buka hard cover nya yang saat dibuka akan menunjukan pop up bergambar sekolah ku yang minimalis atau istilah kasarnya kecil. Lembar demi lembar telah ku buka menampilkan sosok yang sudah lama tidak ku temui. Para guru yang mulai keriput di setiap inchi wajahnya namun masih memiliki semangat mengajar walaupun terkadang anak didiknya sibuk mengobrol dan hanya mengganggapnya berdongeng. Guru dengan kumis hitam tebalnya kini menjadi pusat perhatian ku. Kumisnya yang akan selalu terangkat ketika tersenyum manis namun dibalik senyuman manisnya ada hawa – hawa misteri yang aku rasakan. Emm... lebih tepatnya rasa takut.
          Tepat dibawah foto Beliau terdapat seorang guru yang sangat berisi, I mean...emm kelebihan berat badan yang selalu dianggap oleh kawan- kawan ku guru yang paling galak dan yang paling reseh tapi bagi ku dia adalah guru yang amat baik walaupun wajah baiknya tidak terlihat di wajahnya yang cukup bulat. Fertiny, itulah namanya atau yang lebih dikenal sebagai Bu Fer, namanya mungkin akan selalu diejek ketika pelajaran kimia di mulai khususnya pada bab larutan penyangga (Buffer).
          Semakin jauh ku buka lembaran demi lembaran dan semakin memori ku larut akan kejadian – kejadian di tahun terakhir semasa SMA. Jenuh, ya itulah yang ku rasakan saat beberapa ujian yang harus ku tempuh sebagai persyaratan kelulusan. Di mulai dari ujian praktik yang berhasil membuat ku tepat berada di puncak titik elastis. Titik kejenuhan. Sampai – sampai aku berpikir, kenapa aku harus sekolah? Kenapa pula aku harus mengikuti segala ujian yang menyebalkan ini? Memangnya ujian praktik ini akan dipertanyakan di dunia pekerjaan? Kurasa tidak!
          Pada saat itu, aku berusaha melawan rasa jenuh akan ujian tersebut dengan menyibukkan diri ku untuk membuat suatu hal yang bisa membuat ku bertahan untuk tidak kalah dengan pikaran ku akan segala ujian yang nantinya akan ku hadapi. Ku putuskan untuk membuat short movie, kini hasil keisengan ku tersebut telah terbungkus rapi di dalam benda bulat tipis yang salah satu sisinya mengkilat. Tanpa ku sadari short movie yang ku buat telah memiliki tempat tersendiri didalam buku tahunan yang saat ini ku pandangi. Barisan huruf kapital membentuk kata ‘KENAPA HARUS SEKOLAH?’ terpampang jelas di benda yang mirip donat tersebut yang ku jadikan sebagai judul untuk hasil karya keisengan ku.
          Detik pertama saat film tersebut diputar menampilkan sekolah ku yang sangat minimalis namun kenangan yang di sekolah ini tidak seminimalis sekolah ini. Aktor pertama pun muncul yaitu mantan ketua osis, Ervin Bagaskara. Cowok berkharisma dengan tampangnya yang cukup bijaksana but not wise at all.
          “Jembatan kesuksesan”, jawabnya saat ditanyai kenapa kita harus sekolah. Jawaban yang sangat simple namun memiliki arti yang lebih dari kata simple.
          Aktor selanjutnya, Thomas Arifin dan Thomas Arif. Si Duo Kembar yang memiliki tingkat ke-playboy-an yang sama namun memiliki gaya rambut yang berbeda.                      “kenapa kita harus sekolah? Kaerna dengan kita sekolah kita dapat dengan mudah menemukan bidadari kita”,  ungkapnya yang membutku melongo mati kutu mendengarnya. Memangnya kalian pikir sekolah ini tempat ajang cari jodoh. Ckck.
          Wajah Si Duo Kembar kini digantikan oleh gadis si penggemar Negeri Ginseng. Lebih tepatnya mengidolakan artis – artis di negera tersebut dan selalu menganggap Korea jauh lebih baik dibandingkan Indonesia. Argumen yang membuat ku setuju namun tak sepenuhnya setuju.                                                                                                      
   “Karena gue pengen kaya jadi gue harus sekolah”, ya seperti itulah jawabannya. Jawaban yang terdengar mainstream namun benar apa adanya.
          “sekolah itu tuntutan, bro...”
          “kanapa harus sekolah? Emm, mungkin menuruti keinginan orang tua..”
          “sekolah? Menghibur diri. Thats all..”
          “tentu saja kita ke sekolah untuk mencari nilai sebanyak – banyaknya untuk bisa lulus.”
          “untuk mendapatkan pendidikan...”
          Film tersebut terus berputar manampilkan teman – teman seperjuangan beserta alasan mereka mengenai sekolah. Jujur saja argumentasi tersebut pada saat itu belum mampu membangkitkan semangat ku untuk tetap besekolah namun aku pun puas setidaknya mereka merelakan 5 menit mereka terbuang untuk melengkapi proses pembuatan short movie ini. Tapi diantara alasan-alasan tersebut ada satu alasan yang mampu membuat ku sedikit sadar akan pentingnya sekolah. Alasan tersebut datang dari mantan ketua kelas ku.
          “Mungkin lo beranggapan sekolah itu bisa dimana aja, di rumah, di pasar, bahkan di jalan pun bisa. Tapi hanya bersekolah di sekolah lah yang akan kalian rasain bagaimana rasa akan kebersamaan mencontek PR, kekeluargaan, rasanya mencontek ketika ulangan, bersembunyi ke kantin saat ada mata pelajaran yang kosong dan sesuka hati melanggar pelangggaran sekolah. Even your feeling of love akan lo rasain di sekolah. Rasanya jatuh cinta, jeles dan yang terakhir patah hati. Semua hal - hal itu hanya bisa lo rasain di sekolah. Mungkin memang bisa ngerasain hal-hal romance tersebut di luar sekolah tapi akan lebih klimax lagi jika lo ngerasain itu semua disini. Di sekolah kita!”, ungkapnya yang berbicara sebijak mungkin dan didukung pula dengan tampangnya yang memang sudah terlihat dewasa.
          Menit-menit terakhir pun berlalu menampilkan sosok diriku yang aku sadari terdapat perbedaan yang amat contrass dengan diri ku yang sekarang.
          “Hai nama gue Zyana Andriani. Well, kenapa gue buat video ini untuk... oke sebenernya untuk menyibukkan diri dan menghilangkan jauh - jauh pikiran negatif ataupun ketakutan ujian – ujian yang bakal gue hadapi. So, this is my reason kenapa kita harus sekolah. Dari sekolah inilah kita bisa melihat dunia yang lebih luas yang kita mulai dengan langkah kecil ketika berada di SD hingga beranjak ke SMA. Mungkin kalian berpikir kesuksesan seseorang tidak hanya ditentukan dari pendidikan yang ia emban namun pendidikanlah yang menjadi kendaraan kita untuk menuju ke kesuksesan tersebut. Jika pun ada seseorang yang sukses tanpa malahap bangku sekolah, karena orang tersebut telah mendapatkan bonus dari Tuhan YME, yaitu suatu keberuntungan. Dan jika kita hanya berharap akan keberuntuang itu salah karena hidup tidak akan pernah beruntung jika kita hanya mengandalkan keberuntungan. Dan yang terakhir, sekolah bukanlah suatu tuntutan ataupun suatu kewajiban namun suatu keinginan yang harus dimiliki oleh setiap orang”, ungkapku yang terkesan menggebu – gebu dan diakhiri dengan yel-yel penyemangat ala Full House
          AJA! AJA! FIGHTING!
          Di menit ke 49, film ku pun berakhir dengan menampilkan layar hitam gelap diikuti dengan iringan lagu andalan angkatan ku Ingatlah Hari ini dari Project Pop.
Kamu sangat berarti Istimewa dihati
Selamanya dihati rasa ini. Jika tua nanti
Kita t’lah hidup masing – masing
Ingatlah hari ini...
          “Zyana, ayo cepat turun! Sarapan mu sudah mulai dingin!”
          Ku tutup buku tahunan ku dan berusaha meletakkannya sebaik mungkin. Memastikan tempat tersebut cocok untuknya agar Mom tidak membiarkannya ditempatkan di tempat lain yang nantinya pasti akan lupa.
          okey Mom i’ll be right there!”
The end












No comments:

Post a Comment