Jomblo...? What’s Wrong
Ku
langkahkan kaki ku menuju ruang Dance. Usul Auzy kini terngiang-ngiang di otak
ku. Haruskah aku melakukan itu?
Langkah
ku berhenti tepat di depan ruangan bertulisan ‘musik room’. Seperetinya aku
salah jalan. Ku putar tubuh ku seratus delapan puluh derajat yang ku dapati
ruangan dance hanya beberapa langkah dari tempat ku berdiri.
“sejak
kapan ada music room di samping ruangan dance?”, tanya ku heran. Ku dekati
pintu ruangan musik membuka knopnya. Hanya ruangan kosong dengan alat musik di
setiap sudut yang ku dapati tanpa adanya tanda-tanda kehidupan.
“untuk
apa ruangan ini di buat jika tidak digunakan”,
omel ku sok bijak. Saat kaki ini ingin beranjak pergi petikan suara gitar
terdengar di sudut ruangan.
“ada
perlu apa?”, tanyanya yang telah menyadari keberadaan ku.
“emm..
Cuma liat-liat aja. ko gue baru tahu ya ada ruangan musik”, ucap ku
berbasa-basi. Sementara orang yang ku ajak berbicara masih sibuk memetik senar
gitar menghasilkan nada yang indah.
“cool
juga nih cowo”, refleks hati ku berucap demikian.
“Oiya
kita belom kenalan. Gue Vivian. Lo siapa?”, tanya ku mencoba memecahkan
keheninngan.
“Sepertinya
gue ganggu lo. Sorry ya”, ucap ku meninggalkan pria yang menganggap ku sebagai
patung.
“gue
Zio”, jawabnya yang menggagalkan niat ku untuk keluar dari ruangan ini.
“ohh..
sebenernya gue ke sini mau ngasih unjuk ini”, ku serahkan gulungan kertas yang
sejak tadi ku pegang. Mungkin memang dia yang membisa membantu ku.
“apa
ini?”, tanyanya bingung yang kemudian membuka kertas tersebut membacanya
berlahan-lahan.
“maksudnya?”,
tanyanya lagi meminya penjelasan.
“jadi
gini.. gue selalu ngikutin lomba itu, mungkin udah 3 kali dan...”
“to
the point please”, ucapnya memotong omonganku.
“okay...
maksud gue, gue mau lo yang jadi pasangan dance gue”, dengan rasa takut ku
ucapkan maksud ku. bukan jawaban ‘iya’ yang aku dapat kan melainkan tatapan
yajam yang mematikan.
“kenapa
mesti gue?”
“karena...
karena Cuma lo yang bisa ngebantu gue”
“kalo
gue ga bisa?”
“kalo
lo ga bisa, gue bisa ngajarin lo ko. Ayolah bantuin gue”, ucap ku penuh harap.
“sorry
gue ga bisa dan ga ada waktu buat hal yang ga penting”
“jadi
lo pikir ini ga penting”
“yup”
“mungkin
lo boleh bilang ini ga penting tapi bagi gue ini penting banget. Makasih udah
ngerelain waktu lo buat dengerin omonngan gue yang mungkin juga ga penting”, ku
tinggikan suara ku yang menandakan tak terima dengan ucapannya. Tanpa ba-bi-bu
kaki ku melangkah menjauhi pria tersebut. membuka knop pintu dan menuntupnya
hingga berbunyi dentuman keras.
Di
ruangan dance aku terus memaki diri ku. menyesali kebodohan ku.
“Bodoh.
Bodoh. Kenapa juga gue minta tolong ke dia”
Marah, kesal dan sedih itulah perasaan ku saat
ini. Apakah seperti ini rasanya ditolaj cowok?
Ku
nyalakan music player, meninggikan volume suaranya hingga full. Berusaha
membuang kejadian uang baru ku lakukan. Ironis memang.
“ini
punya lo”, entah muncul dari mana pria yang baru saja menolak ku kini telah di
hadapan ku. ia menyodorkan gulungan kertas tadi.
“kanapa
ga lo buang aja si atau ha lo robek kaya gini”, ku rampas kertas tersebut,
merobeknya dengan penuh emosi.
“ko
lo robek?”
“ngapain
juga gue simpen, toh gue juga ga bakalan ikut. Udah sana lo pergi!”, usir ku.
“Yah
sayang banget, padahal gue baru aja berubah pikiran. Kirain masih berlaku
tawarannya”, ucapnya dan langsung pergi.
“TUNGGU!
Lo serius mau bantuin gue?”, rasa penasaran telah mencapai ubun-ubun ku saat ini.
“Gimana
ya? Emm.. abis gue ga tega ngeliat lo
nangis”
“siapa
juga yang nangis”, elak ku.
“udah
deh ga usah boong. Mata lo tuh merah”
“Whatever.
Besok gue tunggu lo disini jam 2 okey. Kita latihan”, perintah ku layaknya
seorang bos.
“Imbalannya?”
“mesti
banget emang?”
“Budayakan
feed back”
“Yaudah
lo maunya apa?”
“karena
di kompetisi itu ada lomba nyanyi. Gue mau lo jadi pasangan gue”
“APAAA??!!
Lo ga salah milih. Gue ga bisa nyanyi”
“gue
juga ga bisa ngedance tapi lo milih gue”
“Huhh..
oke fine gue terima”
***
“one...
two... three... four... one... two... emm, lo salah seharusnya begini dulu”
“Sorry,
gue lupa. Let’s do it again”
“one...
two... three....”
Sejak
2 minggu yang lalu, aku dan Zio terus berlatih. Untungnya zio mudah mengerti
dan menghafal gerakan demi gerakan. Dan entah kenapa ada suatu perasaan yang
aneh. Sata mata kita saling pandang, kedua matanya bagaikan nikotin bagi ku
yang selalu ingin ku pandangi lagi dan lagi. Saat kedua tangan kita menyatu ada
suatu getaran yang hebat. Apakah ini yang disebut gaya tarik menarik?
Tanpa
kita sadari musik telah berhenti namun kedua tangan kita masih tetap menyatu
dan saling pandang cukup lama.
“okey...cukup
untuk hari ini”, ucap ku canggung. Ku balikan badan ku menuju sudut ruangan
berusaha menyembunyikan wajah ku yang mungkin telah berwarna merah padam.
“oiya
Vi, gue udah nentuin lagu yang bakal kita nyanyiin?”
“lagu
apa?”
“ini.. tapi gue belom tau judulnya apa”,
disodorkannya secarik kertas ke arah ku. tulisan bertinta biru memenuhi isi
kertas tersebut.
It’s become so hard
For me to be suprised
You’re bringing back the real me
No judgment in your eyes
Cuz when i dance with you
It’s how i speak the truth
Just classic when we met
Now you made me new
“ini
buatan lo?”, berlaha-lahan ku baca kalimat – kalimat indah penuh makna.
“as
you see... tapi gue bingung mau ngasih judul apa?”
“Gue
ga nyangka lo bisa buat ini. Gue kira lo Cuma cowo yang hobinya duduk lama di
kelas, nyatet semua omongan dosen trus ngumpulin tugas tepat waktu. Tapi
ternyata... sulit di tebak”
“kenapa
lo punya pandangan kaya gitu?”
“kacamata
minus lo yang bilang, gimana kalo judulnya Star Dance”
“ga
cocok. Ga nyambung sama isinya”
“gue
kan cuma usul. Coba nyanyiin”
“inget
yaa.. perhatiin lagunya jangan oerhatiin ke gue ntar lo terpikat lagi sama gue”
“ihh
PE-DE-BA-NGET!”, ucap ku dan Zio mulai memainkan gitarnya.
Aku
larut dalam suaranya dan mungkin pernyataan Zio benar. “oke Zio, lo udah
ngaduk-ngaduk hati gue”, ucap ku dalam hati.
“Sorry,
gue ganggu kalian. Vi... sumpah ini penting banget!”
Pintu
ruangan ini tiba-tiba terbuka memunculkan sosok Auzy dengan aksen suara yang
mendramatisir. Zio pun menghentikan suaranya.
“Vi...
ternyata lombanya itu 2 hari lagi... maaf banget seharusnya gue bilang ke lo
dari kemaren-kemaren”.
“Loh
ko bisa?, bukannya di kertasnya seminggu lagi”, ucapku berusaha meredamkan
kepanikan ku.
“Jadi
gini pas gue ngisi formulir buat lo. Gue lupa ngisi email lo karena gue ga tau.
Jadi, gue nulis email gue. Lima hari yang lalu panitianya kirim email kali
lombanya du majuin. Sorry banget ya... pasti lo marah sama gue”, rasa bersalah
terlihat jelas di wajah Auzy.
“udah
gapapa masih ada hari ini buat latihan”
“Yahhh..sebenernya
gue mau nemenin lo latihan sebagai
ucapan maaf tapi....”
“gausah
dipaksain. Gue bisa pulang sendiri ko”
“lo
ga boleh pulang sendiri. Kata orang pamali cewek pulang sendiri malem-malem”
“please
ya Zy ini udah abad ke berapa masih percaya aja sama gituan”
“pokoknya
lo ga boleh pulang sendiri. Zio jagain Vivian ya jangan lo apa-apain. Jangan
lupa anterin dia pulang!”, ucap Auzy dengan nada yang sedikit memaksa.
Sementara Zio hanya mematung menatap lurus ke arah kita.
“Apaan
si lo... udah sana lo pergi”
Dengan
rasa canggung aku dan Zio berlatih hingga larut malam. Zio pun menuruti ucapan
Auzy mengantarkan ku hingga depan rumah ku.
“Langsung
tidur yaa...”, ucapnya yang entah kenapa terdengar lembut di telinga ku.
“Siip
bosss! By the way thanks for today”, ucap ku yang dibalas dengan
anggukan kepana. Ia pun langsung menyalakan motornya, mengenakan helmnya
kembali.
“Good
night. Jangan lupa mimpiin gue”, ucapnya yang sulit ku tangkap karena terhalang
oleh helm. Ia pun langsung pergi.
***
DAG..DIG..DUG...
Jantung
ku terus berdisko ria, menatap objek yang kini tengah menguasi panggung.
Peserta yang menampilkan tarian penuh energic. Ini pertama kalinya aku
merasakan demam panggung.
“Percaya
sama gue, lo pasti bisa!”, ucap Zio yang entah sejak kapan berada disamping ku.
“bukan
gue tapi KITA!”, jawab ku penuh optimis yang dibalas dengan senyuman Zio
“Ayo
sekarang giliran kita”, sebelah tangan zio menarik tangan ku menuju ke atas
panggung.
Saat
musik telah terdengar. Tangan dan kaki ku bergerak begitu saja mengikuti irama
dan ku sadari ini bukan gerakan yang sesuai saat latihan. Untungnya Zio dapat
mengimbangi ku. ia pun langsung menatap ku sangat dalam yang mungkin
bertanya-tanya. Ku balas tatapannya namun aku kalah karena terhipnotis olehnya.
Ketika
mata ini saling menatap, entah kenapa aku merasa bahwa aoa yang Zio rasajab
sama seperti apa yang aku rasakan. Mungkin ini hanyalah perasaan ku saja.
Namun, tiba-tiba ia mengedipkan matanya sekali. Apakah itu artinya ‘iya’?
entahlah..
Untuk
saat ini aku hanya ingin memandang objek di hadapanku. Sosok pria yabng tak
pernah terpintas di pikiran ku yang akan masuk di kehidupan ku. Pertemuan yang
tak pernah terduga yang membuat kita semakin dekat. Ternyata benar Tuhan memang
memilili cara yang indah.
Ku
harap dance ini tidak hanya menyatukan kedua tangan kita, tapi juga akan
menyatukan ke dua hati kita.
~The End~
NB :
kalo baca cerpen ini, coba dengerin lagu New Classic (Drew Seeley ft . Selana Gomez)
oiya buat kalian yang masih jomblo, ada quotes nih..
"Karena orang yang tepat, terkadang tidak dipertemukan oleh Tuhan dengan cepet"
No comments:
Post a Comment